TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani memperkirakan ekspor dan konsumsi nasional akan kembali meningkat setelah kebijakan New Normal diterapkan di Tanah Air. Namun, kenaikan itu relatif terhadap kondisi satu hingga dua bulan terakhir.
"Peningkatannya akan lama dan belum akan setinggi seperti pada masa pra-pandemi," ujar Shinta kepada Tempo, Senin, 25 Mei 2020.
Proyeksi dengan asumsi kebijakan new normal sukses ditransisikan pelaksanaannya tanpa meningkatkan penyebaran wabah di Indonesia yang lebih eksponensial dari saat ini. Dengan demikian, tutur Shinta, tidak ada tekanan dari masyarakat internasional terkait kebijakan tersebut. Pasalnya, tekanan tersebut dikhawatirkan malah bisa menjadi sentimen negatif terhadap iklim usaha di investasi di Tanah Air.
Karena itu, Shinta mengatakan hingga saat ini dunia usaha masih memantau bagaimana proses normalisasi bakal dijalankan setelah adanya pembatasan akibat pandemi ini. Para pengusaha, menurut dia, berharap kebijakan itu lancar diterapkan sehingga bisa mendorong kinerja manufaktur dan ekspor-impor.
"Secara logis, dengan new normal seharusnya hambatan-hambatan logistik, pembatasan-pembatasan jam operasional, berbagai bentuk karantina, dan tekanan untuk tutup operasi dari Pemda akan turun. Sehingga, (hambatan) kegiatan operasi perusahaan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor bisa berkurang drastis dan kinerja manufaktur nasional bisa lebih tinggi dibanding 1-2 bulan terakhir," ujar Shinta.
Meskipun demikian, ia menilai tekanan pada kinerja manufaktur dan ekspor-impor tidak hanya terjadi karena regulasi terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau kebijakan pengendalian pandemi lainnya. Tekanan juga datang dari rendahnya permintaan pasar nasional dan global yang belum bisa diprediksi pemulihannya. "Apakah akan dalam waktu dekat akan seperti apa, karena sangat-sangat tergantung kepada confidence pasar dalam negeri dan pasar global untuk meningkatkan pengeluaran atau melakukan transaksi yang sifatnya lebih non-primer atau non-esensial."