TEMPO.CO, Jakarta - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengingatkan pemerintah agar tidak lagi melakukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN secara tiba-tiba. Hal ini berkenaan dengan langkah pemerintah yang belakangan mengumumkan rencana perubahan APBN 2020, sehingga menyebabkan defisit anggaran melebar dari rencana awal 5,27 persen mejadi 6,27 persen.
"Perubahan yang tiba-tiba juga akan membuat semua kebijakan menjadi tidak fokus dan membingungkan dunia usaha. Kredibilitas fiskal kita dipertaruhkan," ujar pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, dalam keterangan tertulis, Kamis, 21 Mei 2020. Dalam kadar tertentu, perubahan APBN yang cepat dan tiba-tiba mengindikasikan analisis yang kurang mendalam.
Belakangan pemerintah kembali akan melakukan perubahan APBN yang sebelumnya telah ditetapkan dengan Perpres 54 Tahun 2020. Pendapatan negara diperkirakan akan lebih rendah Rp 69,3 triliun atau tumbuh negatif 13,6 persen year on year. Dalam prediksi ini, perpajakan diperkirakan akan tumbuh negatif 9,2 persen (yoy) dan PNBP akan tumbuh negatif 29,6 persen (yoy).
"Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi serta turunnya parameter migas seperti ICP, kurs dan lifting migas," ujar Fajry.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan akan lebih tinggi Rp 106,3 triliun. Hal ini disebabkan adanya tambahan belanja baru berupa stimulus fiskal dan tambahan kompensasi untuk PLN dan PT Pertamina sebesar Rp 76,08 triliun dan Rp 38,25 triliun secara berturut-turut. Tambahan-tambahan belanja baru ini dilakukan sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap masyarakat maupun pelaku usaha yang terdampak pandemi.
Akibatnya, defisit APBN juga ikut mengalami perubahan dari 5,27 persen menjadi 6,27 persen. Besarnya defisit APBN, kata Fajry, sesungguhnya masih dapat diterima sejauh dihitung dengan cermat dan terukur. Pasalnya, menurut dia, pemerintah memang perlu ruang untuk mencari alternatif pembiayaan.
"Yang terpenting, hasil pembiayaan tersebut harus berkualitas dan jelas hasilnya. Secara berkala, pemerintah wajib melaporkan penggunaan dana (stimulus) dan sejauh mana manfaatnya dirasakan oleh rakyat," ujar Fajry.
Di samping itu, dia menegaskan bahwa pemerintah harus melakukan segala daya untuk memaksimalkan potensi yang ada. "Jangan sampai pelonggaran defisit membuat lalai dan situasi ekonomi kita jatuh tak terkendali," tuturnya. Ia menekankan agar APBN harus tetap dikelola dengan tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, pruden, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan demi hajat hidup orang banyak.