TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyayangkan sikap pemerintah pusat dalam menangani virus corona. Menurut dia, pemerintah tidak optimal dalam memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sehingga terkesan tak memiliki kepekaan terhadap krisis.
Faisal mencontohkan minimnya pemotongan APBN terjadi di Kementerian Pertahanan. Berdasarkan data yang ia paparkan, kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto tersebut tampak cuma memangkas pagu APBN sekitar Rp 9 triliun atau dari semula Rp 131 triliun menjadi Rp 122 triliun.
"Anggaran sebesar itu memang kita sekarang ini mau perang dengan siapa? Mau beli senjata apa?" tuturnya dalam diskusi yang dilakukan secara virtual, Rabu, 20 Mei 2020.
Menurut Faisal, semestinya dalam kondisi krisis seperti ini, anggaran pertahanan dapat dipangkas hingga tersisa 50 persen atau separuh dari total APBN kementerian. Adapun hasil pemotongan dari penghematan itu bisa dikucurkan untuk tambahan dana penyelamatan sosial.
Selain Kementerian Pertahanan, Faisal menyoroti rendahnya pemangkasan di kementerian lainnya. Misalnya Kementerian Agama yang hanya memotong anggaran Rp 3 trilin dari Rp 65 trilun menjadi Rp 62 trilun.
Begitu juga dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahahan Rakyat yang memangkas anggaran sebesar Rp 25 triliun. Kementerian yang semula memiliki anggaran Rp 120 triliun itu melakukan penghematan hingga menjadi Rp 96 triliun.
Faisal menilai jumlah ini belum cukup optmimal. Semestinya, kata dia, pemerintah lebih berani dalam melakukan pemotongan anggaran belanja masing-masing kementerian dan lembaga. "Kalau begini business as usual. Pemerintah tidak punya sense of crisis," ucapnya.
Menurut Faisal, rakyat juga akan ikut ikhlas berkorban dalam upaya penanganan corona seandainya pemerintah pun menunjukkan totalitasnya. "Bukan ece-ece seperti ini," tuturnya.