TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha menaikkan status investigasi tingginya harga gula ke ranah penegakan hukum. Komisioner sekaligus Juru Bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan, peningkatan status ini dilakukan agar penelitian terhadap harga gula berfokus pada perilaku para produsen dan distributor.
Musababnya, sejauh ini KPPU masih melihat ada kejanggalan dalam dinamika harga gula di level masyarakat, bahkan setelah keran impor gula dibuka. "Awalnya KPPU melihat harga gula tinggi karena keterlambatan penerbitan SPI (surat perizinan impor). Namun, setelah realisasi impor terjadi, harga gula tetap tinggi," ujar Guntur dalam video konferensi, Rabu, 20 Mei 2020.
Berdasarkan data KPPU, harga gula secara nasional mengalami peningkatan sejak Januari hingga Mei. Meski sempat sempat menurun pada pekan keempat April setelah impor tahap awal terealisasi, harga gula di pasaran masih tetap melampaui harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah.
Menurut catatan KPPU, harga gula kristal putih (GKP) paling tinggi berada di level Rp 18.400 per kilogram, yakni pada pekan ketiga April. Selanjutnya pada posisi pekan ketiga Mei, harga gula sudah sedikit melandai di kisaran Rp 17.650 per kilogram. Sedangkan harga gula menurut HET per kilogram hanya Rp 12.500.
Guntur melanjutkan, tim penegakan hukum serius mengumpulkan keterangan dari pihak-pihak terkait. Saat ini, kata dia, Direktorat Bidang Ekonomi telah menemukan adanya beberapa indikasi pelanggaran.
KPPU telah memintai penjelasan dari BUMN gula dan beberapa importir. Seandainya ditemukan alat bukti, Guntur mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti dan memberikan sanksi kepada pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, KPPU memperkirakan pasal yang mungkin dikenakan kepada pihak yang melanggar beragam. "Mungkin bisa price fixing (penetapan harga). Kami menyasar siapa saya yang diuntungkan dari kemungkinan adanya pelanggaran," tuturnya.