TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perusahaan Umum Bulog Tri Wahyudi menjelaskan alasan entitasnya kesulitan menyerap gabah beras di Provinsi Sulawesi Tengah baru-baru ini. Menurut dia, upaya itu terhambat buruknya kualitas produk yang dihasilkan petani lantaran musim hujan.
"Kondisi kadar airnya di atas 35 persen karena musim hujan. Kotorannya juga tinggi sekali. Lalu siapa yang menanggung karena risikonya tinggi sekali," ujar Tri dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, Senin, 18 Mei 2020.
Tri menjelaskan, berdasarkan pengamatan tim di lapangan, kondisi beras petani di Sulawesi Tengah tersebut berada di bawah standar. Karena itu, perusahaan belum berani melakukan penyerapan lantaran dibayangi potensi kerugian.
Bagaimana pun, ujar Tri, kinerja Bulog akan diaduit oleh badan pengawas independen. "Sebab, kami diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan," tuturnya.
Secara nasional, Bulog saat ini baru menyerap 320 ribu ton gabah beras secara nasional atau sekitar 22 persen. Sedangkan target penyerapan hingga akhir tahun nanti adalah 1,4 juta ton.
Penyerapan beras yang dilakukan Bulog ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020. Tri menuturkan bahwa entitasnya tengah memaksimalkan penyerapan gabah beras dengan kapasitas 200 ribu ton per hari.
Adapun penyerapan secara nasional saat ini sedang difokuskan di daerah-daerah yang telah memasuki musim panen. Misalnya Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Jawa bagian selatan.
"Untuk gabah beras di Sulwesi Selatan, Sulawesi Barat, dan NTB kami movement (distribusikan) ke wilayah timur. Jadi kami bukan omong kosong, semua gudang sudah ada beras," tuturnya.