TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri mengusulkan agar pemerintah merevisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Sebab, rencana tersebut diperkirakan tidak bisa dicapai dengan kondisi saat ini.
"Tidak perlu menunggu lima tahun ke depan, RPJMN harus direvisi karena keadaan mendesak dan sudah tidak realistis," kata Faisal dalam konferensi video, Senin, 18 Mei 2020. Salah satu yang sudah tidak akan tercapai adalah pada rencana pencapaian pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun ini.
Faisal memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh minus 1,5 persen pada 2020. Hal ini beriringan dengan ekonomi yang diprediksi tumbuh negatif 3 persen akibat dampak Covid-19. "Indonesia tahun ini -1,5 persen, ini versi saya, ini baseline dan bisa lebih buruk," ujar Faisal.
Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi bakal naik kembali pada 2021 menuju angka 4,9 persen. Pertumbuhan akan terus menanjak menjadi 5 persen pada 2022, 5,2 persen pada 2023, dan 5,2 persen pada 2024. Sehingga, rata-rata pertumbuhan ekonomi sepanjang lima tahun ini adalah sekitar 3,8 persen.
Kendati bisa pulih pasca pandemi, Faisal melihat pertumbuhan ekonomi itu tetap akan di bawah skenario yang dirancang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional alias Bappenas. Bappenas mematok rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020-2024 rata-rata 5,7 persen untuk skenario bawah dan 6,0 persen untuk skenario atas. "Jadi ini bisa terjadi kemelencengan dari target, seperti pernah terjadi pada RPJMN sebelumnya," ujar Faisal.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan wabah Covid-19 akan memengaruhi pencapaian sasaran RPJMN 2020-2024. Wabah penyakit itu membuat pemerintah harus mengoreksi sasaran ekonomi yang turun tajam tahun ini dan bisa memengaruhi kinerja 2021.
Di samping itu, Suharso juga mengatakan pandemi membuat pembiayaan pembangunan berkurang pada tahun ini. Pasalnya, pemerintah mesti mengalihkan anggarannya untuk menangani Covid-19.
CAESAR AKBAR | ANTARA