TEMPO.CO, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan pasokan gula pada musim ramadan ini memang tergolong paceklik. Menurutnya ada polemik antara pihak di sektor hulu dan hilir yang tidak sesuai dengan yang direncanakan. Sektor hulu yang dimaksud Suhanto adalah produsen gula yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Adapun, sektor hilir ialah para penjual ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo).
"Harusnya distribusi bisa lancar," ujar Suhanto seperti dilansir Koran Tempo edisi Senin 18 Mei 2020. Dalam rapat koordinasi untuk mengamankan pasokan pangan selama bulan ramadan yang digelar beberapa waktu lalu tersebut, Suhanto mengatakan AGRI dan Aprindo sudah sepakat bakal menyalurkan 160 ribu ton gula rafinasi. Gula rafinasi tersebut menjadi pengganti gula pasir karena pasokan dari petani sedang kosong lantaran sedang mempersiapkan diri panen di periode akhir Mei-Juni ini.
Ketua Aprindo Roy Mandey mengatakan Agri hanya menyanggupi memberikan 93 ribu ton. Jumlah tersebut tak cukup lantaran pasokan tersebut harus dipotong dengan kebutuhan pasokan gula rekanan peritel di berbagai segmen. Walhasil, kata Roy, Kamis lalu, gula yang bisa disalurkan oleh peritel di gerainya cuma 30 ribu ton. Jumlah tersebut tak bisa mengimbangi sisi permintaan yang meningkat sehingga harga gula melesat menjadi Rp 19 ribu per kilogram dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan yakni Rp 12.500 per kilogram.
Suhanto mengatakan hasil analisis sementara, Aprindo tak bisa cepat menyerap gula. Agri, katanya, juga akan didorong memproduksi gula pasir melalui pabriknya. Selain memproduksi gula, para produsen juga diberi mandat memperbanyak channel penjualan ke dinas pangan pemerintah daerah. "Pemasok ritel-ritel modern memiliki ketarbatasan kapasitas distributornya untuk menyerap dan menyalurkan dengan cepat," kata Suhanto.
Selain persoalan koordinasi antara Agri dan Aprindo, Bulog yang menjadi salah satu badan usaha milik negara untuk melakukan impor mengeluhkan lambatnya proses importasi. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Tri Wahyudi Saleh mengatakan tanda-tanda kebutuhan impor gula sudah terlihat sejak akhir tahun lalu. "Sudah didiskusikan di rapat koordinasi tim pengendalian inflasi di Bank Indonesia sejak Desember sampai Januari," katanya.
Penyebabnya, kata Tri, karena ada masukan dari para petani gula yang memprediksi musim penen yang seharusnya terjadi pada Februari mundur hingga April-Mei 2020. Bulog pun sudah ancar-ancar membuka lelang pengadaan impor raw sugar sejak Desember 2019 melalui anak usahanya PT Gendhis Multi Manis.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan entitasnya baru mengeksekusi impotasi di awal April. Dari 50 ribu ton penugasan, Budi mengatakan baru 22 ribu ton di antaranya yang sudah datang dua pekan lalu. Budi baru bisa memastikan pasokan gula pasir bakal aman di bulan Juni. Selain sisa importasi gula kering kristal 28 ribu ton, Bulog akan mendapat sokongan pasokan dari petani lokal. “Petani tebu sudah masuk panen raya, stok gula pasir di Bulog akan menjadi 75 ribu ton,” katanya.
EKO WAHYUDI | CAESAR AKBAR