TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Suhanto menanggapi soal polemik distribusi 160 ribu ton gula rafinasi.
Dia menceritakan awalnya Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menggelar rapat bersama stakeholder pergulaan, termasuk produsen yang mendapatkan penugasan, Aprindo, distributor, serta instansi terkait lain. "Salah satunya memutuskan pendistribusian sisa gula konsumsi hasil pengolahan produsen rafinasi akan dilakukan melalui ritel modern di bawah Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) ," ujarnya kepada Tempo, Sabtu 15 Mei 2020.
Adapun pada rapat tersebut memang disampaikan oleh Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) bahwa stok yang tersedia sekitar 160 ribu ton.
Namun demikian, kata Suhanto, dalam pelaksanaannya, Kemendag melakukan evaluasi salah satunya terhadap kemampuan penyerapan gula oleh ritel modern dalam waktu cepat.
Dengan kondisi tersebut, Kemendag pun mempertanyakan kemampuan Aprindo menyerap gula rafinasi dalam sebulan. Angka terakhir yang diperoleh, kemampuan dari peritel modern tersebut hanyalah 30 ribu ton per bulan
"Dari hasil evaluasi kami, diperoleh informasi bahwa bahwa ritel modern hanya dapat menyerap gula sekitar 30 ribu ton untuk kebutuhan bulan Mei, dikarenakan keterbatasan repacker atau distributor yang memasok ke ritel-ritel modern," ucapnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, serta gula rafinasi itu harus segera didistribusikan kepada konsumen, Kemendag memutuskan gula rafinasi tersebut tak hanya dipasarkan melalui ritel modern. Melainkan dalam pendistribusiannya bekerja sama dengan pedagang pasar dan jaringannya untuk menjual gula sesuai harga eceran tertinggi atau HET.
"Langkah lain adalah meminta AGRI bekerja sama dengan para pengelola dan dinas-dinas seluruh Indonesia melakukan operasi pasar. Dalam pelaksanaannya tim kemendag dan satgas pangan akan terlibat untuk melakukan pengawalan terhadap pendistribusian gula," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengeluhkan sulitnya mendapatkan stok gula untuk dipasarkan ke ritel-ritel modern sesuai HET. Padahal pemerintah sudah menetapkan kesepakatan dengan Aprindo mendapatkan kelebihan stok gula rafinasi 160 ribu ton sisa kuota yang digunakan industri makanan dan minuman.
"Akhirnya diberikan arahan dan support agar kami bisa mendapatkan stok gula kelebihan rafinasi itu yang sudah layak di konsumsi, yang sudah menjadi GKP itu," kata dia saat webinar, Kamis 14 Mei 2020.
Namun dalam pelaksanaannya, Roy mempertanyakan stok gula rafinasi sebanyak 160 ribu itu hanya dalam dua hari tersisa 93 ribu ton. “Gula sekitar 70 ribu ton enggak tau ke mana,” tuturnya.
Gula tersebut juga tak bisa langsung dijual ke masyarakat karena sudah ada perjanjian sebelumnya sejumlah stok akan dikirimkan ke pihak lain. Walhasil, kata Roy, Aprindo hanya mendapat jatah 30 ribu ton gula pasir untuk dipasarkan pada bulan Mei ini. "Itu gak bisa maksimal (menurunkan harga) kalau cuma 20-25 persen (sekitar 30 ribu ton) dari total yang kita harapkan."
EKO WAHYUDI