TEMPO.CO, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia per April 2020 defisit US$ 344,7 juta, setelah pada bulan sebelumnya surplus US$ 715,7 juta. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengatakan perkembangan itu dipengaruhi melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta rendahnya harga komoditas sejalan dengan dampak pandemi COVID-19 yang merebak ke seluruh dunia.
"Meskipun defisit, secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia Januari-April 2020 tetap surplus US$ 2,25 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya defisit US$ 2,35 miliar," kata Onny dalam keterangan tertulis, Jumat malam, 16 Mei 2020.
Ke depan, kata dia, Bank Indonesia terus mencermati dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, termasuk neraca perdagangan. Serta terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal.
Menurut Onny, defisit neraca perdagangan April 2020 dipengaruhi defisit pada neraca perdagangan nonmigas dan migas. Neraca perdagangan nonmigas defisit US$ 100,9 juta pada April 2020, menurun dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya surplus US$ 1,67 miliar.
Perkembangan tersebut akibat penurunan kinerja ekspor produk manufaktur dan bahan bakar mineral, khususnya batu bara. Kinerja positif ekspor emas, besi dan baja, serta minyak dan lemak nabati dapat menahan penurunan ekspor nonmigas yang lebih dalam.
Sementara itu, neraca perdagangan migas pada April 2020 defisit US$ 243,8 juta, lebih rendah dari defisit pada bulan sebelumnya sebesar US$ 953,3 juta. Penurunan defisit itu terutama dipengaruhi oleh penurunan impor migas sejalan dengan penurunan harga migas.