TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah belum disertai penjelasan yang memadai.
Ridwan Kamil mengatakan kebijakan menaikkan iuran meski sebelumnya telah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Agung masih menyisakan pertanyaan dari masyarakat. "Selama ini masyarakat kan persepsinya kembali ke harga yang lama sesuai dengan keputusan MA, kemudian ada kenaikan, saya kira butuh penjelasan saja," katanya di Bandung, Kamis, 14 Mei 2020.
Menurutnya, keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sepanjang yang diketahui pemerintah daerah adalah adanya potensi defisit anggaran. "Yang saya tahu memang ada defisit dari APBN sehingga defisit ini disempurnakan melalui kenaikan BPJS," katanya.
Ridwan mengatakan penjelasan pemerintah pusat ke daerah harus lebih gamblang mengingat pihaknya harus mengantisipasi dampak dari kenaikan di masa pandemi Covid-19 ini. "Jadi dari kami meminta penjelasan lebih jelas, karena sampai hari ini kalau saya baca, penjelasan belum komprehensif. Alasan-alasan kenapa naik dan bagaimana," tuturnya.
"Saya kira itu, supaya kami di daerah enggak ada keresahan yang tidak bisa kami jawab. Kami butuh jawaban karena tugas provinsi adalah 50 persen perwakilan pemerintah pusat di daerah," ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Beleid tersebut salah satunya menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan untuk peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri.
Berdasarkan beleid tersebut, tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas mandiri antara lain Kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan, Kelas II Rp 100 ribu, Kelas III Rp 25.500 dan menjadi Rp 35 ribu pada 2021. tarif tersebut berlaku mulai Juli 2020.
BISNIS