TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agus Joko Pramono, mengatakan lembaganya tidak bakal melonggarkan pengawasan terkait keuangan negara selama masa pandemi Covid-19.
"Dalam keadaan bencana ini, pandemi ini, maka tentu ada yang berubah dalam proses pemeriksaan, kami sekarang sedang membahas dengan BPK sedunia, kira-kira sistem seperti apa dalam konteks pelaksanaan pemeriksaan dalam keadaan pandemi. Tapi, standar prudentiality, profesionalisme, dan fairness itu tidak kita kurangi," ujar Agus dalam konferensi video, Senin, 11 Mei 2020.
Dengan standar yang dijaga itu, Agus mengatakan lembaganya bisa tetap memiliki keyakinan untuk menyatakan pendapat dan memitigasi risiko menjadi temuan. Sehingga, ia menegaskan bahwa dalam keadaan bencana pun kontrol tetap ada dan tidak ditiadakan. Namun, disesuaikan dengan kondisi.
Sebagai bagian dari perangkat negara, Agus mengatakan BPK juga ingin persoalan Covid-19 cepat diselesaikan di Tanah Air. Di sisi lain, lembaga audit negara itu juga mendukung tatanan kerja yang pruden dari pemerintah. Pasalnya, ia mengatakan berdasarkan sejarah, krisis kerap meninggalkan jejak permasalahan.
"Karena ada titik-titik tertentu yang internal atau system control buruk sehingga menjadi tidak prudent," kata Agus. ia mengatakan kondisi tersebut terjadi misalnya saat kasus BLBI, bencana Tsunami 2004, kasus Century, hingga permasalahan Asuransi Jiwasraya. "Ini sudah kami sampaikan kepada pemerintah."
Dalam keadaan pandemi seperti saat ini, Agus memaklumi adanya pergeseran anggaran untuk memitigasi risiko keadaan. Namun ia mengingatkan bahwa prinsip keamanan tidak boleh ditinggalkan. Biasanya, tutur dia, persoalan terjadi bukan saat penganggaran, namun pada saat pelaksanaan anggaran. "Jadi silakan buat anggarannya dengan alasan mitigasi tertentu dan kemudian kita lihat mitigasi pelaksanaannya."
Dalam penanganan Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 405,1 triliun yang masuk ke dalam stimulus ekonomi jilid III. Rinciannya, Rp 75 triliun dialokasikan ke bidang kesehatan untuk perlindungan tenaga medis, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, hingga insentif dokter.
Berikutnya, Rp 110 triliun dialokasikan untuk jaring pengaman sosial yang mencakup penambahan anggaran kartu sembako, Kartu Prakerja, dan subsidi listrik. Selanjutnya, insentif perpajakan dan kredit usaha rakyat sebesar Rp 70,1 triliun. Serta pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.