TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menanggapi Surat Menteri Keuangan nomor s/305/mk.07/2020 perihal penetapan dan penyaluran kurang bayar dana bagi hasil atau DBH Tahun Anggaran 2019 dalam rangka penanggulangan pandemi virus Corona atau Covid-19.
Menurut dia, penyaluran DBH tahun anggaran 2019 mestinya dilakukan sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran untuk tahun anggaran yang sama. "Jadi untuk dipahami bahwa Covid-19 itu terjadinya 2020, sedangkan yang dipersoalkan ini adalah kurang bayar 2019. Belum ada pada saat itu. Ini tidak ada hubungannya," kata Agung dalam konferensi video, Senin, 11 Mei 2020.
Terkait hal ini, Agung pun bersurat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Melalui Surat Nomor 59/8/1/4/2020 dari Ketua BPK Kepada Menteri Keuangan, ia berpendapat bahwa Covid-19 semestinya hanya akan berdampak kepada pelaksanaan anggaran tahun 2020. Sebab, penyakit itu baru menyebar di Tanah Air pada 2020.
Di samping itu, Agung mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tidak mengubah pasal 11 sampai pasal 24 terkait dengan Dana Bagi Hasip pada undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
"Oleh karena itu, pelaksanaan alokasi DBH tahun 2019 seharusnya disalurkan dengan menggunakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran untuk Tahun Anggaran yang sama," tutur Agung.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan baru menyalurkan kurang bayar dana bagi hasil DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun dari kewajiban Rp 5,16 triliun. Angka tersebut adalah akumulasi dari pelunasan kurang bayar tahun 2018 dan sebagian kurang bayar tahun 2019.
"Untuk DKI Jakarta, dari Rp 5,16 triliun, kami sudah membayarkan seluruh DBH 2018 yang masih kurang waktu itu karena perhitungan dan 2019 sudah Rp 2,58 triliun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Jumat, 8 Mei 2020. Sisa yang belum dibayarkan akan disalurkan setelah rampungnya audit BPK soal Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sri Mulyani mengatakan mulanya total kurang bayar dana bagi hasil DKI Jakarta mencapai Rp 5,16 triliun dengan rincian sisa kurang bayar tahun 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan potensi kurang bayar 2019 Rp 5,16 triliun.
Belakangan, kata Sri Mulyani, beberapa daerah yang mengalami penurunan pendapatan asli daerah akibat dampak Virus Corona alias Covid-19, meminta pembayaran dana bagi hasil kepada pemerintah pusat. Pemerintah pusat sudah mengalokasikan kurang bayar dana bagi hasil 2019 yang belum diaudit sebesar Rp 14,71 triliun.
"Kami sudah bayarkan separuhnya dalam rangka membantu daerah yang memang menghadapi penerimaan asli daerahnya turun," ujar Sri Mulyani. Saat ini telah disalurkan untuk 5 provinsi dan 113 kabupaten/kota sebesar Rp 3,85 triliun pada April 2020.
Hal ini menjawab tudingan bahwa belum terbayarnya piutang dana bagi hasil atau DBH Pemprov DKI Jakarta yang menyulitkan pendanaan bantuan sosial atau bansos bagi 1,1 juta warga ibu kota yang terimbas Corona.
DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.