TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia Shinta Wijaya Kamdani menyebut penurunan angka Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur Indonesia adalah dampak dari dua hal.
Pertama, berkurangnya pasokan bahan baku industri serta turunnya permintaan ekspor dari berbagai negara tujuan akibat dampak wabah virus corona Covid-19. Selain itu, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di berbagai daerah di Indonesia turut membawa dampak pada pasokan dan permintaan sektor industri.
Menurutnya, kebijakan PSBB ini juga mempengaruhi mobilitas rantai pasok bahan baku industri. “Terdapat pembatasan pergerakan transportasi di berbagai daerah, sehingga rantai pasok dan distribusi bahan baku juga terpengaruh,” kata Shinta dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Mei 2020.
Karena itu, kata Shinta, Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang diterbitkan Kemenperin bertujuan agar perusahaan dapat beroperasi dalam masa tanggap darurat Covid-19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. “Kami mohon agar izin ini dihormati oleh pemerintah daerah sehingga perusahaan yang mendapatkan IOMKI dapat beroperasi,” ujarnya.
Pada prinsipnya, Shinta berujar pengusaha menyetujui pengawasan dan pemberian sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan. Namun demikian, upaya ini harus dilakukan secara tepat dan proporsional sehingga perusahaan industri dapat tetap berproduksi dan mendukung berlangsungnya perekonomian.
“Saya yakin tujuan kepala daerah untuk melakukan pengawasan operasional baik dan kami juga mempersilakan apabila ada tindakan bagi perusahaan industri yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan,” kata Shinta.
Dia pun memandang koordinasi di tingkat pemerintah daerah dan kementerian sudah berjalan dengan baik, namun dibutuhkan komitmen yang lebih kuat di tingkat pelaksanaannya. Ia mendorong kementerian juga mengawasi operasional industri saat masa tanggap darurat Covid-19.
“Jadi tidak hanya pemerintah daerah saja yang melakukan pengawasan, di tingkat kementerian juga perlu melakukan pengawasan sehingga dapat mengetahui implementasi kebijakan yang sudah ditetapkan. Hasil temuan ini nantinya bisa menjadi masukan bagi penerapan kebijakan,” tutur dia.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengatakan sejumlah industri pengolahan nonmigas di tanah air sedang mengalami tekanan cukup berat akibat dampak pandemi Covid-19. Terjadinya kontraksi pada sektor manufaktur ini dipengaruhi utamanya oleh penurunan permintaan domestik, yang selama ini mampu menyerap hingga 70 persen dari total produksi industri manufaktur dalam negeri.
Kondisi tersebut, tercermin melalui Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang turun pada April 2020 hingga menyentuh angka 27,5. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, turunnya utilitas industri hingga 50 persen menyebabkan merosotnya indeks PMI manufaktur Indonesia.
“Ketika daya beli menurun, secara otomatis perusahaan industri melakukan penyesuaian termasuk penurunan utilitasnya,” kata Agus.
Kondisi itu juga diperparah dengan adanya beban input dari impor serta tekanan kurs yang meningkat. Akibatnya, output menurun signifikan.
Hal ini membuat Kementerian Perindustrian berupaya mendorong peningkatan rasio penyerapan produk industri Indonesia di pasar global untuk jangka menengah dan jangka panjang. “Sedangkan langkah yang perlu dan segera dilakukan adalah menyeimbangkan strategi pertumbuhan ekonomi dan pembatasan penyebaran Covid-19,” kata Agus.
Menperin meyakini bahwa industri manufaktur nasional dapat pulih secara bertahap ketika kembali beroperasi dengan normal. “Kami berharap nanti dalam tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selesai, angka PMI manufaktur Indonesia dapat kembali di level 51,9 seperti yang pernah kita raih pada bulan Februari 2020,” ujar Agus.
CAESAR AKBAR