TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bantuan sosial atau bansos yang digelontorkan sebesar Rp 110 triliun tidak bisa menggantikan penurunan konsumsi di Indonesia. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi kuartal II akan lebih rendah dari kuartal I yang 2,97 persen akibat penurunan konsumsi masyarakat.
Sri Mulyani menjelaskan, konsumsi masyarakat di Jakarta dan Jawa sebesar Rp 5.000 triliun. "Maka kalaupun kemudian dilakukan bantuan sosial sebesar Rp 110 triliun tidak bisa substitute penurunan konsumsi dari Rp 5.000 triliun tersebut," kata Sri Mulyani dalam rapat dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 6 Mei 2020.
Dalam hitungannya, jika konsumsi turun 10 persen saja, berarti membutuhkan angka substitusi yang besar. "Ini adalah situasi yang dihadapi dalam melihat perekonomian, terutama kuartal kedua yang mungkin lanjut ke kuartal ketiga," ujar Sri Mulyani.
Lebih jauh Sri Mulyani menuturkan mayoritas atau 57 persen dari produk domestik bruto Indonesia adalah konsumsi dengan nilai sekitar 9.000 triliun. Dan dari PDB itu, kontribusi dari Jakarta dan Jawa hampir 55 persen.
"Artinya kalau Jakarta dan Jawa PSBB meluas, sudah pasti konsumsi tidak tumbuh, bahkan kontraksi," kata Sri Mulyani.
Kepala Badan Pusat Statistik sebelumnya Suhariyanto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2020 tumbuh 2,97 persen (year-on-year/yoy). Menurut dia, angka ini merupakan yang terendah sejak triwulan I 2001.
Namun demikian, Suhariyanto menilai perbandingan tersebut sebenarnya tidak bisa langsung dibandingkan dengan kondisi saat ini. “Sebab kondisinya berbeda karena ada Covid-19,” kata dia dalam konferensi pers online di Jakarta, Selasa, 5 Mei 2020.
Adapun pertumbuhan ekonomi 2,97 persen ini lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,07 persen ataupun triwulan IV 2019 yang sebesar 4,97 persen.