TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menanggapi ditemukannya kasus penumpang positif virus corona atau Covid-19 di dalam kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. Adita mengklaim protokol kesehatan telah dilakukan oleh seluruh operator moda transportasi, termasuk Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Protokol itu, kata Adita, sesuai dengan beleid yang diterbitkan Kementerian. "Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang telah mengatur operasional moda transportasi di masa pandemi, khususnya pula di daerah yang telah menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar," tuturnya, Selasa, 5 Mei 2020.
Berdasarkan beleid itu, Kementerian telah mewajibkan penumpang menggunakan masker untuk menekan penyebaran virus corona. Selanjutnya, ujar dia, petugas juga mesti mengecek suhu tubuh penumpang.
Pada sepuluh stasiun pun dipastikan telah terpasang alat pemindai yang mampu mendeteksi suhu tubuh ratusan pengguna dalam waktu bersamaan. Sedangkan di sisi lain, operator menyediakan wastafel tambahan di titik yang sering dilalui pengguna KRL di 40 stasiun.
"Sementara itu, di dalam gerbong KRL telah disediakan sanitizer. Semua ketentuan ini telah dilaksanakan dengan baik oleh KCI sebagai operator KRL," ujar Adita.
Sebagai upaya lanjutan untuk menekan kepadatan penumpang, operator KRL telah diminta untuk menerapkan prinsip jaga jarak fisik antar-penumpang. Dengan begitu, otomatis kapasitas pengguna di dalam kereta dibatasi.
"Protokol kesehatan itu dijalankan untuk menjaga para penumpang yang masih harus bekerja atau beraktivitas, dan sangat mengandalkan KRL sebagai moda tranportasi mereka," tutur Adita.
Adita menjelaskan, meski ditemukan ada kasus positif corona di KRL, operasional kereta tidak dihentikan. Musababnya, Kementerian harus memperhatikan penumpang-penumpang yang membutuhkan layanan tersebut.
Berdasarkan evaluasi PSBB DKI Jakarta, rata-rata jumlah penumpang harian KRL cenderung menurun. Pada saat jam sibuk, yakni pukul 08.00 WIB, jumlah penumpang pada semua lintas pelayanan mengalami penurunan dari 77.575 orang menjadi sekitar 55 ribu orang. Adapun total kapasitas angkut saat ini dibatasi maksimal 35 persen atau 60 penumpang per kereta atau sebanyak 61.248 penumpang tiap rangkaian.