TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN akan tetap dilakukan setiap tahun. Hal itu merespons pernyataan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Ecky Awal Mucharam bahwa pemerintah tidak mengeluarkan APBN setelah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu penanganan wabah virus Corona.
"Kami jawab, bahwa hal itu tidak benar, APBN tetap dilakukan setiap tahun," kata Sri Mulyani dalam rapat virtual dengan Badan Anggaran DPR, Senin, 4 Mei 2020.
Bahkan, kata dia, untuk APBN 2021 pemerintah sudah memulai pembahasan kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang akan disampaikan pada sidang paripurna di DPR pada 12 Mei 2020.
Adapun dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu Nomor 1 Tahun 2020 itu, pemerintah dan otoritas dapat melaksanakan extraordinary actions yang diperlukan. Termasuk di sini pelebaran defisit yang dapat melebihi 3 persen Produk Domestik Bruto dan hal-hal lain dalam menjaga stabilitas sektor keuangan. Namun, aturan itu hanya untuk tahun anggaran 2020-2022.
"Dengan harapan seluruh episode Covid-19 ini dan pemulihannya sehingga bisa dilakukan normalisasi akan membutuhkan waktu tiga tahun. Sehingga pada 2023 akan kembali menjadi maksimal defisit 3 persen," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani memastikan meski dipaksa dengan situasi yang berubah sangat cepat, pemerintah tetap menjaga dan tetap menghormati seluruh rambu-rambu peraturan perundang-undangan dan fungsi DPR. "Kedua, kami juga tetap mengikuti batas pinjaman maksimal di dalam Undang-Undang Keuangan negara, yaitu 60 persen dari GDP," ujarnya.
Adapun urgensi pembentukan Perpu Covid-19 ini, kata Sri Mulyani, adalah untuk memberikan landasan hukum bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa di bidang keuangan negara. Termasuk di sini adalah bidang perpajakan dan stabilitas sistem keuangan akibat dari terjadinya krisis kesehatan, kemanusiaan, ekonomi dank euangan sebagai akibat dari pandemi.
Sri Mulyani menambahkan, beleid itu sebagai antisipasi dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan atau implikasinya. Yaitu, ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.