TEMPO.CO, Jakarta - Grab Holdings Inc. mulai menawarkan cuti tanpa dibayar atau pengurangan jam kerja kepada karyawannya. Tawaran ini disebut untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK). Melansir Bloomberg, kebijakan tersebut menandakan adanya masalah di startup terbesar di Asia Tenggara ini.
"Kami mengambil langkah-langkah aktif untuk menghemat uang dan mengelola basis karyawan, sebelum kami mempertimbangkan PHK," kata Grab dikutip dari Bloomberg, Sabtu, 2 Mei 2020.
Baca Juga:
Perusahaan yang berbasis di Singapura dan didukung oleh SoftBank Group Corp. ini menyatakan telah memberikan pilihan jam kerja fleksibel kepada karyawan mereka di seluruh kawasan, termasuk cuti panjang. Tawaran cuti tanpa gaji diberikan untuk tim atau divisi yang kelebihan kapasitas karyawan. Adapun korporasi dengan valuasi US$14 miliar ini sekarang memiliki 6.000 pekerja.
"Ada banyak ketidakpastian mengenai kedalaman dan durasi pandemi ini dan kita tidak tahu berapa lama resesi ekonomi akan berlangsung," kata Grab.
Menurut Reuters, para pemimpin senior Grab sudah terkena kebijakan potong gaji hingga 20 persen tahun ini. Pihak Grab juga menyatakan langkah-langkah tersebut akan secara fleksibel dievaluasi tergantung kebutuhan.
CEO Grab, Anthony Tan, sebelumnya mengatakan pandemi Covid-19 merupakan satu-satunya krisis terbesar yang mempengaruhi perusahaan selama delapan tahun berdiri. Persentase volume transportasi daring mereka menurun hingga dua digit di beberapa negara.
Padahal pada Februari lalu, Grab mendapat suntikan dana US$ 856 juta dari investor Jepang. Investasi ini menyokong pertumbuhan Grab ke arah jasa pengantaran makanan dan layanan keuangan, dari sebelumnya transportasi daring.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | BLOOMBERG | REUTERS