TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasional dan Komersial Angkasa Pura Kargo (APK) Riyanto H. Cahyono menanggapi ihwal penumpukan kargo di Bandara Soekarno-Hatta yang terjadi belakangan ini. Ia menyebutkan hal tersebut terjadi karena minimnya frekuensi penerbangan serta upaya maskapai yang belum konsisten dengan jadwal penerbangan hariannya.
Riyanto mencontohkan penerbangan di bandara berkode CGK menuju Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru bisa saja terdapat dua penerbangan, tetapi keesokan harinya berubah menjadi satu kali penerbangan hingga tidak ada sama sekali.
Adapun, pergerakan kargo domestik lebih dominan dari Soekarno-Hatta ke sejumlah destinasi daerah sedangkan untuk kargo impor kendati menurun tetap mendominasi. "Jadi barang domestik sebenarnya di bawah normal. Untuk kargo internasional yang sangat menurun adalah kargo ekspor," kata Riyanto, Rabu, 29 April 2020.
Saat ini, menurut Riyanto, banyak maskapai melakukan utilisasi pax fleet untuk mengangkut kargo. Akibatnya, selama ini kargo hanya ditempatkan di kompartemen barang pada pax fleet (belly), tetapi karena kondisi terakhir maka kabin penumpang juga ikut diisi kargo.
Kondisi tersebut membuat pesawat Airbus A320 bisa mengangkut kapasitas kargo hingga 12 ton. Selanjutnya, dengan kapasitas penumpang yang kosong maka untuk pesawat Boeing B737 bisa mengangkut kargo hingga seberat 10 ton.
Pemanfaatan maksimal dilakukan di kompartemen kargo sebesar 3 ton, kompartemen bagasi seberat 3 ton dan kabin penumpang hingga sebanyak 4 ton.
APK menyebut penumpukan kargo yang terjadi juga masih dalam tahap kewajaran dan tidak terlantar. Penanganan kargo secara umum telah dilakukan sesuai dengan SOP dan menyesuaikan dengan jadwal maskapai pengangkut.
Riyanto menyebutkan SOP mengacu pada Permenhub No. 53/2019 perubahan atas Permenhub No. 53/2017, tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Terbang. "Selain itu juga IATA Cargo Handling Manual," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldi Ilham Masita sebelumnya mengakui pengusaha angkutan kargo merugi karena ratusan ton paket menumpuk di bandara transit akibat tak jelasnya jadwal penerbangan khusus kargo. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyetopan penerbangan penumpang menyusul diterbitkannya aturan pelarangan mudik.
Zaldi menjelaskan, selama ini pengiriman angkutan barang mengandalkan bagasi penerbangan reguler. "Barang itu menumpuk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Juanda Surabaya, dan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar," ucapnya.
Menurut Zaldi, persoalan ini terjadi lantaran Kementerian Perhubungan tak kunjung mengeluarkan izin operasi untuk pesawat reguler yang akan mengangkut baran. Walhasil, lambannya pengiriman barang melalui angkutan udara ini pun berdampak terhadap kinerja logistik.
BISNIS | FRANCISCA CHRISTY