TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G Talattov menilai pelatihan daring dalam Program Kartu Prakerja sudah tak relevan di tengah pandemi virus corona. Oleh karena itu, ia menyarankan dana pelatihan sebesar Rp 5,6 triliun itu dialihkan ke bantuan langsung tunai atau berupa bantuan sosial (Bansos) saja.
"Sayang sekali dana sebesar Rp 5,6 triliun untuk pelatihan itu terbuang begitu saja dalam jangka pendek. Jadi lebih baik dialokasikan langsung untuk cash transfer atau bantuan sosial," kata dia saat diskusi virtual Senin, 27 April 2020.
Abra menuturkan, para peserta yang mayoritas terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pandemi virus corona ini kurang membutuhkan pelatihan saat ini. Mereka lebih membutuhkan bantuan yang sifatnya cepat.
"Dengan kondisi ekonomi sekarang ini, mereka latihan empat bulan ya tidak otomatis ada pasar tenaga kerja yang bisa menyerap," ucapnya.
Adapun saat ini, pemerintah telah menjalin kerja sama dengan delapan mitra penyedia platform digital Kartu Prakerja. Kedelapan mitra itu ialah Tokopedia, Ruangguru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Pijar Mahir, Sekolahmu, serta Sistem Informasi Ketenaga Kerjaan (Sisnaker) milik Kementerian Ketenagakerjaan.
Secara keseluruhan Program Kartu Prakerja menyedot anggaran mencapai Rp 20 triliun untuk pelaksanaannya satu tahun ini. Program ini pun juga menargetkan hingga 5,6 juta orang penerima manfaat.
Masing-masing peserta program Kartu Prakerja ini akan mendapatkan insentif sebesar Rp 3.550.000. Apabila dirinci, manfaat Program Kartu Prakerja di 2020 terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif pasca pelatihan sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan, serta insentif survei ketenagakerjaan sebesar Rp 50 ribu per survei untuk tiga kali survei atau total Rp 150 ribu per peserta. Insentif tersebut akan dibayarkan setelah peserta menyelesaikan minimal satu kali pelatihan.