TEMPO.CO, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia atau BEI mencermati dampak pandemi Covid-19 terhadap realisasi penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) di akhir tahun. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan hingga 23 April 2020, masih ada 18 calon emiten yang tercantum dalam antrean pipeline IPO.
“Namun ada tiga perusahaan yang secara eksplisit menyatakan penundaan IPO karena pandemi Covid-19,” ucapnya, Jumat 24 April 2020. “Mereka akan melihat lagi perkembangan ke depan karena proses sudah berjalan.” Total sebanyak 26 perusahaan telah mencatatkan diri sebagai emiten di BEI, sejak awal tahun ini.
Nyoman melanjutkan realisasi perusahaan yang go public di tahun ini diprediksi juga akan menurun dibandingkan capaian tahun-tahun sebelumnya. “Hingga akhir tahun, kami tentu mengharapkan semua yang ada di antrean pipeline bisa listing seluruhnya. Tapi, kami realistis dengan jumlah yang ada sekarang, jumlahnya tidak akan sama seperti akhir tahun 2018 atau 2019,” ujarnya.
Pada 2019, BEI mencatat 55 emiten baru, dan pada 2018 sebanyak 57 perusahaan. BEI, kata dia tak hanya mengejar kuantitas perusahaan yang tercatat, namun juga memastikan kualitasnya.
Perusahaan tersebut telah melalui proses penyaringan atau screening dari otoritas bursa. Terakhir, BEI menyiapkan sistem IPO secara elektronik yang kini tengah menunggu persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebelum dapat mengimplementasikannya.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mengatakan sepanjang periode ramadan, volume dan nilai transaksi IHSG berpotensi lebih rendah dibandingkan periode normal. Hal itu berdasarkan catatan historis periode ramadan tahun-tahun sebelumnya.
“Kami secara optimistis memproyeksikan indeks dapat menuju 4,700, dan pesimisnya berada di sekitar 4.150 – 4.200,” ucapnya. Executive Director Head of Indonesia Research and Strategy JP Morgan, Henry Wibowo berujar kinerja IHSG diproyeksikan akan mulai berangsur pulih di semester II 2020. “Kami perkirakan bisa naik hingga 5.250,” kata Henry.