TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi buka-bukaan soal kondisi industri pasar modal di tengah wabah Virus Corona alias COVID-19. Pagebluk tercatat menghantam kinerja pasar modal secara signifikan.
"Sampai akhir pekan lalu, 17 April 2020, dapat kami laporkan bahwa indikator perdagangan turun dibanding penutupan 2019," ujar Inarno dalam konferensi video, Jumat, 24 April 2020.
Indikator pertama, tutur Inarno, adalah indeks harga saham gabungan alias IHSG turun sebesar 25,43 persen ketimbang akhir tahun lalu. Pada akhir pekan lalu, indeks berada di angka 4.635.
Penurunan IHSG itu diikuti dengan penurunan kapitalisasi pasar mencapai Rp 1.897 triliun. Kapitalisasi di pasar modal turun 26,11 persen menjadi Rp 5.368 triliun dari mulanya Rp 7.265 triliun.
Penurunan juga terlihat dari transaksi harian. Tercatat rata-rata frekuensi harian turun 1,49 persen dari mulanya 469 ribu kali menjadi 462 ribu kali.
Dari sisi nilai transaksi rata-rata pun anjlok 23,64 persen dari Rp 9,11 triliun menjadi Rp 6,94 triliun. Begitu pula dengan rata-rata volume transaksi yang terperosok 51,87 persen dari mulanya 14,54 miliar saham menjadi 7 miliar saham.
Menurut Inarno pada tahun ini lesunya pasar modal tidak hanya terasa di Tanah Air. Secara global, indeks bursa turun dengan diikuti melesunya kapitalisasi pasar. Kondisi itu terjadi lantaran hampir seluruh dunia diserang oleh pandemi COVID-19.
Semenjak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Corona di Indonesia, Inarno mengatakan investor mulai merespon negatif terhadap pasar modal. Seiring dengan meluasnya penyakit itu, kinerja pasar modal pun tertekan turun. Penurunan terdalam pada IHSG terjadi pada 24 Maret 2020. Kala itu, indeks terpantau turun 37,49 persen ketimbang penutupan tahun 2019. "Semoga itu adalah puncak penurunan terdalam tahun ini," tutur Inarno.
CAESAR AKBAR