TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar memprediksi harga minyak akan kembali meningkat tajam pada 2021. Kenaikan ini selaras dengan perkiraan melonjaknya permintaan minyak dunia dengan asumsi wabah Virus Corona alias Covid-19 telah mereda.
"Kondisi prediksi kenaikan kebutuhan minyak di dunia tahun 2021 diperparah lagi lantaran selama lima tahun terakhir tidak banyak proyek eksplorasi minyak konvensional yang dikembangkan di seluruh dunia," ujar dia melalui akun instagram resminya, @arcandra.tahar, Rabu, 22 April 2020.
Karena itu, ia merasa sangat penting bagi semua pihak mengembangkan strategi yang tepat agar jatuhnya harga minyak saat ini dapat dioptimalkan untuk kepentingan di masa depan. Pada Senin lalu, harga minyak WTI jatuh hingga di level minus.
Menurut Arcandra, ada sejumlah faktor yang membuat harga minyak untuk pengantaran bulan Mei menjadi negatif. Faktor pertama adalah penuhnya ruang penyimpanan di negeri Abang Sam, sehingga tidak ada lagi ruang penampungan dari produksi minyak AS yang kini berkisar antara 12-13 juta barel per hari.
Faktor kedua, tutur Arcandra, ketika transaksi perdagangan akan ditutup untuk pengantaran bulan Mei, hanya sedikit yang melakukan trading. Sehingga, harga terus turun. "Dan harga ini belum tentu mencerminkan harga yang sebenarnya."
Dengan situasi harga minyak saat ini, Arcandra menuturkan AS akan memangkas produksi minyaknya dari 12,7 juta barel per hari menjadi di bawah 11 juta bph atau sekitar 10,5 juta bph. "Jika AS menurunkan produksinya hingga 2.2 juta bph dan OPEC+ juga akan memangkas produksi 9,7 juta bph, maka ketika permintaan minyak dunia akan naik di tahun 2021, harga minyak saat ini kemungkinan akan naik tajam."