TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah berupaya agar penyimpangan atau moral hazard tidak terjadi saat pemerintah memberikan kelonggaran kredit usaha rakyat (KUR) maupun kredit lain dalam pandemi virus Corona atau Covid-19.
Salah satunya dengan mencermati track record dan kemampuan lembaga keuangan melakukan restrukturisasi kredit. "Kami sedang formulasikan kebijakan untuk menjaga agar kebijakan bisa bantu masyarakat namun tetap dijaga kehati-hatiannya," kata Sri Mulyani di kantornya di Jakarta, Rabu, 22 April 2020.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani usai mengikuti rapat terbatas dengan tema "Lanjutan Program Mitigasi Dampak Covid-19 pada Sektor Riil" yang dipimpin Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Rapat itu memutuskan pemerintah akan mengguyur total Rp 35,3 triliun untuk memberi relaksasi keringanan pajak untuk PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 25 terhadap 18 sektor usaha di 749 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di Indonesia (KBLI).
Terhadap 18 sektor usaha itu, pemerintah akan memberikan relaksasi berupa penundaan pembayaran pokok angsuran selama 6 bulan, pembebasan bunga untuk 3 bulan pertama dan diskon pembayaran bunga sebesar 50 persen pada 3 bulan selanjutnya.
Pemerintah juga memberikan kelonggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang pembayaran pokok angsuran dan bunganya diringankan mencapai Rp 29,6 triliun untuk 11,9 juta debitur KUR.
KUR tersebut termasuk Pembiayaan Ultra Mikro (UMI) dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), pinjaman yang dikelola PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan koperasi.
KUR tersebut Rp 2,4 triliun di antaranya berasal dari 1 juta debitur yang meminjam dana hingga Rp 500 juta. Sedangkan Rp 27,2 triliun lainnya berasal dari 10,4 juta debitur yang meminjam KUR dari Program Mekaar dan PNM.
Untuk relaksasi KUR juga berupa penundaan pembayaran pokok angsuran selama 6 bulan, pembebasan bunga untuk 3 bulan pertama dan diskon pembayaran bunga sebesar 50 persen pada 3 bulan selanjutnya.
Sri Mulyani menjelaskan, nasabah yang akan diberi kelonggaran kreditnya adalah yang benar-benar kesulitan selama pandemi Corona ini. "Karena Covid, dia mengalami kesulitan," ucapnya.
Syarat kedua adalah nasabah KUR itu harus memiliki rekam jejak yang bagus. "Artinya mereka selama ini comply terhadap akad kreditnya," tuturnya.
Kalaupun nasabah KUR itu terjadi kredit macet itu adalah situasional, kita melihat dampaknya kepada keseluruhan, yang kami jaga adalah agar jangan sampai orang sengaja memacetkan dan membangkrutkan dirinya sendiri," tegas Sri Mulyani,
Untuk itu Kementerian Keuangan juga akan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Tujuannya agar kita bisa melihat situasinya sedetail mungkin, memang ini menyangkut puluhan juta tadi dari para kreditur yang berada di berbagai ratusan lembaga-lembaga keuangan. Ini akan menjadi sesuatu yang memang sangat-sangat menantang di dalam implementasinya," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun berharap tetap ada pengawasan dari masyarakat terkait kelonggaran kredit tersebut. Pengawasan pertama akan dilakukan agar nasabah KUR bisa bertahan dan diharapkan tidak melakukan PHK atau tidak bangkrut.
Nasabah KUR yang terdampak perlambatan ekonomi akibat virus Corona juga diharapkan bakal masuk dalam sistem perbankan. "Kami mengajak mereka masuk dalam sistem apakah melalui UMI, Mekaar, atau KUR sehingga financial inclusion menjadi lebih baik sambil pemerintah ikut bantu mereka," kata Sri Mulyani.
ANTARA