TEMPO.CO, Jakarta - Sektor properti menjadi salah satu sektor yang menjadi penyumbang penanaman modal paling besar sepanjang kuartal I/2020.
Kepala Badan Koordinasi Penanaan Modal Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa realisasi total penanaman modal baik dari asing dan juga dalam negeri pada kuartal I/2020 mencapai Rp 210,7 triliun dari 25.192 proyek. “Penyumbang paling tinggi termasuh sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi,” ungkap Bahlil dalam konferensi pers melalui YouTube, Senin, 20 April 2020.
Jumlah tersebut dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 mencatatkan pertumbuhan 8 persen, dan dibandingkan dengan kuartal IV/2019 tumbuh 1,2 persen.
Dari total realisasi investasi, sektor perumahan masuk ke dalam lima besar penyumbang investasi terbesar. “Perumahan kawasan dan industri perkantoran terealisasi penanaman modal sebesar Rp17,8 triliun. Ini masuk dalam lima besar realisasi investasi sepanjang kuartal I/2020,” katanya.
Untuk realisasi penanaman modal secara keseluruhan, total penanaman modal asing (PMA) sekitar 46,5 persen dengan nilai sebesar Rp98,3 triliun. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai 53,5 persen.
Adapun, dari total PMDN, properti ikut menjadi penyumbang terbesar kelima dengan realisasi sebanyak Rp9,1 triliun. Jumlah ini di bawah konstruksi sebanyak Rp14,1 triliun.
“Jumlahnya memang turun dibandingkan dengan kuartal pertama dan akhir 2019. Walaupun bukan jadi penyebab utama, wabah corona menjadi salah satu penyebab tekanan investasi kuartal I/2020 ini,” ujar Bahlil.
Bahlil mengungkapkan masyarakat agar tidak perlu terlalu pesimis berlebihan di tengah pandemi Covid-19, meski wabah itu memang berpengaruh pada setiap aspek.
Sejauh ini, BKPM belum mengubah target total realisasi investasi selama 2020, yakni masih sebesar Rp 886 triliun. “Triwulan kedua pasti akan menurun karena April-Mei pasti agak berat. Kami kemudian membuat formulasi sedang, kira-kira Rp 885 triliun, atau formulasi sangat pesimis itu di Rp 817 triliun.”
Hingga saat ini, Bahlil menegaskan belum ada investor yang lari atau menarik diri dari Indonesia. Yang ada adalah penundaan atau penjadwalan ulang untuk merealisasikan investasinya.