TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto akhirnya memperlonggar kewajiban penggunaan angkutan kapal laut dan asuransi nasional. Sebelumnya, kewajiban ini berlaku mutlak bagi eksportir batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) maupun importir beras dan barang pengadaan pemerintah.
Tapi kini, kewajiban tersebut hanya berlaku untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15.000 deadweight tonnage (dwt). Ketentuan ini dimuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
“Melalui penyempurnaan Permendag ini, Kementerian Perdagangan berharap peran serta angkutan laut nasional dalam kegiatan ekspor impor akan meningkat, sekaligus mendorong tumbuhnya industri galangan kapal nasional,” jelas Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 17 April 2020.
Ketentuan baru ini berlaku 1 Mei 2020. Dengan demikian, Agus pun mengubah Permendag Nomor 80 Tahun 2018 yang diterbitkan oleh menteri sebelumnya, Enggartiasto Lukita.
Beleid tersebut diteken Enggartiasto pada 30 Juli 2018. Setelah Permendag diteken Enggar, berbagai penolakan muncul dari pengusaha. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI) Hendra Sinadia misalnya, menilai aturan Enggar ini tak sejalan dengan upaya pemerintah rakyat untuk menghadapi dampak dari penyebaran Covid-19.
Terlebih, harga batu bara acuan (HBA) juga tengah tertekan. "Karena dengan sisa waktu sekitar 3 minggu sangat meresahkan eksportir akan kelancaran ekspor di periode Mei dan ke depannya," kata Hendra pada Selasa, 7 April 2020.
Sebelum Hendra, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan beleid yang dikeluarkan Enggar sebenarnya bertujuan baik, lantaran mendorong pertumbuhan industri pelayaran nasional.
Namun, ketentuan itu justru berdampak negatif lantaran jumlah kapal nasional belum mencukupi untuk mengakomodasi kegiatan ekspor batu bara dan CPO. “Selama kapal nasional jumlahnya mencukupi, kebijakan itu bagus. Namun kalau tidak [cukup] seharusnya pemakaian kapal asing masih dibolehkan dong. Kelangsungan ekspor kita jauh lebih penting, karena berkaitan dengan devisa kita,” kata dia pada Jumat, 21 Februari 2020.
Lebih lanjut, Agus mengatakan penetapan kebijakan ini masih membuka peluang bagi perusahaan asing, khususnya perusahaan angkutan laut asing, untuk berperan dalam kegiatan ekspor dan impor barang-barang tersebut.
Sebab, kewajiban penggunaan angkutan laut nasional hanya diberlakukan untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15.000 dwt. “Dengan masih dibukanya peran perusahaan angkutan laut asing, maka diharapkan kegiatan ekspor dan impor barang-barang tersebut tetap dapat berjalan lancar,” kata Agus.
Sementara itu, perusahaan angkutan laut nasional yang menggunakan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15.000 dwt wajib menyampaikan data penggunaan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan data ini wajib disampaikan kepada Kemendag secara elektronik melalui INATRADE, sebelum angkutan laut tersebut sandar di pelabuhan Indonesia.
Selain itu, seluruh eksportir dan importir barang-barang tersebut diatas juga wajib melaporkan realisasi ekspor-impor melalui INATRADE. Kemudian mereka juga wajib mencantumkan cost dan freight serta data polis asuransi dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Menurut Wisnu, kegiatan ini dilakukan tidak hanya untuk penyempurnaan data logistik ekspor dan impor, namun juga sebagai indikator penilaian efektivitas dari penerapan kebijakan ini.
FAJAR PEBRIANTO