TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor’s Global Ratings (S&P) pada Jumat, 17 April 2020, merevisi peringkat utang Indonesia dari outlook stabil menjadi negatif. Namun, S&P tetap mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada posisi BBB.
Dalam laporannya, S&P menyampaikan bahwa peringkat tersebut mencerminkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan kebijakan Pemerintah yang adaptif dan responsif terhadap perubahan kondisi.
“Kebijakan tersebut mampu menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat pandemi Covid-19 yang sedang berkembang saat ini,” demikian keterangan yang dibagikan oleh Kementerian Keuangan di Jakarta, di hari yang sama.
Terakhir, S&P menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan prospek stabil pada Jumat, 31 Mei 2019. Saat itu, S&P mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dinamika kebijakan yang mendukung.
“Kami menaikkan peringkat tersebut untuk mencerminkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dinamika kebijakan mendukung, yang kami perkirakan akan bertahan menyusul terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo,” seperti dikutip dari keterangan, Jumat, 31 Mei 2019.
Selain S&P, ada empat lembaga pemeringkat lain yang juga sudah memberikan penilaian atas utang Indonesia. Di antaranya yaitu Fitch dengan peringkat utang BBB dan outlook stabil.
Kemudian Moody’s dengan peringkat Baa2 dan outlook stabil. Japan Credit Rating Agency dengan peringkat BBB+ dan outlook stabil. Terakhir, Rating & Investment dengan peringat BBB+ dan outlook stabil.
Keterangan ini disampaikan Kemenkeu karena kebijakan penanganan pandemi Covid-19 tersebut mengakibatkan peningkatan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peningkatan beban ini berasal dari bertambahnya kebutuhan pembiayaan melalui utang dan meningkatnya beban utang.
Saat ini, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 atau Perpu Corona. Lewat Perpu ini, Kemenkeu bisa mengambil kebijakan pelebaran batas defisit anggaran. Utang pun salah satu kebijakan yang bisa diambil untuk menutupi defisit.
Di sisi moneter, Bank Indonesia juga dapat melakukan tindakan extraordinary measures dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Kewenangan ini berfungsi sebagai backstop/last resort untuk membantu Pemerintah membiayai penanganan dampak Covid-19, dalam hal mekanisme pasar tidak terpenuhi.
Kewenangan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Pemerintah dengan BI No. 190/KMK.08/2020 dan No. 22/4/KEP.GBI/2020 tanggal 16 April 2020 tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara Di Pasar Perdana Untuk Menjaga Kesinambungan Pengelolaan Keuangan Negara sebagai dasar pelaksanaan kehati-hatian fiskal (fiscal prudence) Pemerintah.