TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan pajak di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 mulai menunjukkan tren penurunan. Hingga akhir Maret 2020, penerimaan perpajakan tumbuh negatif 2,5 persen atau hanya terkumpul US$ 241,6 triliun.
“Ini perlu untuk diwaspadai pada bulan-bulan ke depan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers online di Jakarta, Jumat, 17 April 2020. Namun, angka ini belum menggambarkan kondisi triwulan I secara keseluruhan karena ada beberapa kejadian khusus, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru merangkup Januari hingga Februari 2020.
Lebih rinci, ada berbagai faktor yang menyebabkan penerimaan pajak mulai menurun. Salah satunya adalah harga minyak dunia yang merosot tajam. Sekalipun kurs mengalami pelemahan, kata Sri Mulyani, namun harga minyak jatuh lebih besar.
Sebelumnya, berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 misalnya, ditutup di level US$19,87 per barel di New York Mercantile Exchange pada perdagangan Kamis. 16 April 2020, level terendah dalam 18 tahun.
Minyak WTI bertahan di bawah level US$20 per barel untuk hari kedua berturut-turut setelah pada perdagangan Rabu, 15 April 2020, turun 24 sen ke level penutupan tersebut, untuk pertama kalinya sejak tahun 2002.
Situasi ini pun membuat Pajak Penghasilan atau PPh Migas turun sangat drastis. PPh Migas hingga akhir Maret 2020 hanya sebesar Rp Rp 10,3 triliun, atau mengalami kontraksi 28,6 persen.
Sementara itu, PPh non-migas juga ikut mengalami kontraksi. Sri Mulyani menyebut kondisi ini menunjukkan mulai adanya tekanan yang dialami perusahaan PPh non-migas mencapai Rp 137,5 triliun atau turun 3 persen dibandingkan tahun lalu.
Tekanan ini terjadi saat perusahaan sebenarnya sudah mulai bangkit di awal 2020. Sebab, kata Sri Mulyani, PPN pada dua bulan pertama mencapai Rp 92 triliun atau tumbuh 2,5 persen. Situasi ini menunjukkan adanya perbaikan ekonomi karena pada tahun lalu, PPN justru mengalami kontraksi 9,1 persen. Namun, perbaikan ekonomi ini pun akhirnya kembali terhambat dengan datang virus corona.
FAJAR PEBRIANTO