TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor produk senjata dan amunisi serta bagiannya meningkat tajam pada Maret 2020. Dibandingkan Februari 2020, nilai impor senjata meroket hingga 7.384 persen, dari US$ 2,5 juta menjadi US$ 187,1 juta.
Angka US$ 187,1 juta ini juga naik 8.809 persen dibandingkan Maret 2019 yang hanya US$ 2,1 juta. “Ini rutin dilakukan setiap tahun untuk pertahanan dan keamanan. Kebetulan 2020 jatuhnya Maret 2020,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers online di Jakarta, Rabu, 15 April 2020.
Salah satu pihak yang berwenang membeli senjata adalah Kementerian Pertahanan yang sekarang dipimpin Prabowo Subianto. Namun, juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan sepanjang Maret 2020, pihaknya hanya membeli senjata dan amunisi dari Pindad.
Sehingga, Dahnil meminta data impor senjata dan amunisi Maret 2020 ini untuk dicek lebih jauh. Sebab, masih ada institusi lain yang juga memiliki kewenangan untuk pembelian senjata. “Karena yang belanja senjata ada beberapa institusi, selain TNI dan Kementerian Pertahanan,” kata dia.
Lalu seperti apa sebenarnya tren data impor senjata dan amunisi Indonesia selama ini?
Data BPS menunjukkan, tren impor senjata dan amunisi sebenarnya mengalami penurunan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Tahun 2015, Kementerian Perdagangan mencatat impor senjata dan amunisi dengan kode HS 93 ini mencapai US$ 291,8 juta. Tahun berikutnya, 2016, melonjak hampir dua kali lipat menjadi US$ 558,3 juta.