Tempo.Co, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Heryawan, menilai pelaksanaan program kartu pra kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) di masa pandemi wabah corona berpotensi gagal. Menurut dia, ada tiga hal yang patut disoroti, yakni terkait efektivitas kartu, sasaran dan skala prioritas penerima manfaat, serta alokasi anggarannya.
"Kartu pra kerja sebenarnya diterapkan untuk re-skilling dan up-skilling bagi para pencari kerja. Namun, untuk kondisi saat ini, dapat dipastikan akan terjadi miss-match," ujar Netty kepada Tempo, Kamis, 16 April 2020.
Terkait dengan efektivitas program itu, Netty mengatakan pemerintah akan terganjal dengan masalah permintaan dan penawaran tenaga kerja. Ia menduga, di masa pandemi, jumlah tenaga kerja akan melimpah karena banyak yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun, di saat yang sama, industri sedang dihadapkan dengan ancaman kelesuan produksi. Sehingga, dengan kondisi ini, penyerapan tenaga kerja akan minim. Akibatnya, program pelatihan yang digelontorkan untuk peserta pun kurang berimbas.
Ia berpendapat semestinya pemerintah memprioritaskan anggaran untuk pemberian bantuan finansial. Sehingga, anggaran yang disusun untuk pelatihan di kartu pra kerja itu direalokasikan ke bantuan tunai.
Sebelumnya, pemerintah menganggarkan sebesar Rp 20 triliun untuk 5,6 juta penerima manfaat kartu pra kerja. Dari jumlah itu, Rp 5,6 triliun di antaranya dimanfaatkan untuk anggaran pelatihan.
Lebih lanjut, Netty mengungkapkan bahwa program kartu pra kerja ini masih menjadi bahan diskusi di DPR terkait konsep dan implementasinya. "Program ini digawangi oleh Kemenko Perekonomian yang tidak memiliki mitra di DPR RI dan tidak melakukan fungsi teknis," ujarnya.