TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Gita Wirjawan, memperkirakan stabilisasi kesehatan dan sosial akibat dampak wabah Virus Corona alias Covid-19 bisa menelan biaya minimum Rp 1.600 triliun untuk enam bulan. "Itu untuk stabilisasi sosial dan kesehatan karena virus Covid-19, belum dengan pendekatan korporasi, perusahaan swasta yang gede," ujar dia kepada Tempo, Rabu, 16 April 2020.
Padahal, tutur Gita, pandemi juga membuat perusahaan besar terdampak keuangannya, sehingga ada yang kesulitan membayar gaji, listrik, air, hingga cicilan ke bank. Sehingga, bila dengan pendekatan korporasi, ia mengatakan pemerintah setidaknya perlu menyiapkan dana Rp 4.000 triliun untuk enam bulan ke depan. "Stimulus kemarin Rp 405 triliun masih kurang."
Kalau diperinci, Gita mengatakan duit Rp 1.600 triliun itu diperlukan antara lain Rp 600 triliun untuk bantuan kepada tenaga kerja yang terimbas selama wabah virus Corona, Rp 400 triliun untuk fasilitas kesehatan dan kebutuhan sosial, Rp 300 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah, serta Rp 300 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional di industri padat karya dan strategis.
Pembayaran atau pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 600 triliun selama enam bulan itu dihitung dengan asumsi pembayaran gaji pekerja per bulan di nasional kurang lebih Rp 324 triliun. Dengan adanya pelbagai pembatasan, sekitar 30-40 persen penerimaan pekerja berdasarkan angka tersebut bisa terdampak, atau sekitar Rp 100 triliun per bulan.
"Anggaplah selama ketidakpastian berlangsung ini harus ada yang mikir, mereka harus terima gaji. Walau di rumah dia harus tetap menerima uang untuk bisa beli makan. Makanya, satu satunya aktor yang bisa proaktif adalah pemerintah," ujar Gita.
Sementara, kebutuhan Rp 400 triliun di sektor kesehatan diperlukan untuk memperbanyak tes, meningkatkan kapasitas rumah sakit, membeli pelbagai alat kesehatan, serta peningkatan kapasitas tenaga medis.
Sementara, untuk menghitung kebutuhan Rp 4.000 triliun, Gita menghitungnya dengan menyambungkan ke sektor perbankan. Ia melihat dari Rp 5.000-7.000 triliun aset perbankan nasional saat ini, sekitar 30-40 persennya diperkirakan sudah terdampak. Sebab, saat ini sejumlah kegiatan ekonomi tak berjalan seperti biasa, misalnya pada sektor industri, perhotelan, properti, dan lainnya yang berimbas ke kinerja korporasi di seluruh Indonesia.
"Jadinya kalau 40 persen dari perbankan terpukul, kita bisa ekstrapolasi ke ekonomi secara keseluruhan karena perbankan urat nadi ekonomi. Boleh jadi 30-40 persen PDB kita sudah benjol," kata Gita. Dengan asumsi PDB Indonesia sekitar Rp 16.000 triliun, maka 40 persennya adalah sekitar Rp 6.400 triliun. "Karena itu, Setidaknya Rp 4.000 triliun minimum untuk kebutuhan enam bulan ke depan dan melakukan restrukturisasi korporasi."
Namun, Gita Wirjawan mengingatkan bahwa mengucurkan dana sebesar itu bukannya tanpa risiko. Salah satu persoalan yang bisa timbul adalah naiknya angka inflasi nasional. Untuk itu, pemerintah juga mesti memastikan kucuran dana itu disalurkan dan dipergunakan dengan tepat. Sehingga, tidak ada perubahan gaya hidup masyarakat. "Harus ada preservasi gaya hidup, jangan ada augmentasi peningkatan gaya hidup," tuturnya.