TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, meminta pemerintah merumuskan kebijakan sektor transportasi secara adil di tengah pandemi Corona saat ini. Pasalnya, menurut dia, bukan hanya pengemudi ojek online yang terimbas perlambatan ekonomi, tapi juga berbagai angkutan umum lainnya mengalami penurunan pendapatan.
Namun yang terjadi saat ini, kata Djoko, perhatian pemerintah dan BUMN sangat berlebihan terhadap pengemudi ojek online. "Padahal dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tak disebutkan ojek sebagai angkutan umum," ucapnya melalui keterangan tertulis, Rabu 15 April 2020.
Djoko juga menyoroti kebijakan PT Pertamina (Persero) yang ditujukan kepada para pengemudi ojek online berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi. Seyogyanya, pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum. "Tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu," ucapnya.
Pemberian diskon khusus untuk ojek online pun, akan sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya. Pengusaha jasa angkutan lain itu mulai dari angkutan kota, taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar Provinsi (AKAP), bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP) atau travel, bajaj, becak motor, ojek pangkalan dan sudah pasti juga para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik.
Terlebih, kata Djoko, di balik operasional ojek online masih ada perusahaan aplikasi yang sudah menyandang status sebagai perusahaan startup unicorn dengan nilai triliunan rupiah seperti Gojek dan Grab. Namun yang terlihat saat ini pengemudi ojek online malah kurang diperhatikan oleh perusahaan tersebut di tengah masa darurat virus Corona seperti saat ini. "Bahkan kemudian Pemerintah memberikan sesuatu yang istimewa kepada mereka (aplikator)."
Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mencatat terdapat 3.650 perusahaan bus dan angkutan di tahun 2019. Jumlah perusahaan bus dan angkutan itu merupakan gabungan dari 6 jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi (AKAP); mobil antar jemput antar propinsi (AJAP); bus pariwisata; angkutan sewa; angkutan alat berat; dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Angka itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Seharusnya, menurut Djoko, pemerintah dan BUMN juga adil memberikan bantuan ke seluruh pengemudi transportasi umum lainnya.