TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan menjawab protes sejumlah pihak terkait terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 terkait dibolehkannya ojek online atau ojol bawa penumpang.
Beleid itu memuat izin Kementerian terhadap pengendara sepeda motor, tarmasuk ojol, mengangkut penumpang di zona Pembatasan Sosial Berskala Besar disingkat PSBB.
Luhut mengatakan aturan teknis terkait transportasi pribadi di zona PSBB ini dirancang untuk skala nasional. Artinya, kata dia, aturan itu juga mempertimbangkan kondisi di daerah lain di luar Ibu Kota Jakarta.
"Jadi PSBB itu bukan hanya untuk DKI Jakarta saja. Tapi juga tempat lain," ujar Luhut dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual pada Selasa, 14 April 2020.
Luhut memastikan aturan terkait mode trasnportasi roda dua boleh mengangkut penumpang ini telah diserahkan kepada daerah masing-masing dengan mempertimbangkan pelbagai hal. Ia mengklaim terbitnya aturan yang ia undangkan pada 9 April tersebut tidak menimbulkan polemik, baik di level pemerintah pusat maupun daerah.
"Kami sudah koordinasikan dengan Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta, dan kepala-kepala daerah lainnya," ucapnya.
Pengemudi ojek online (ojol) mengangkut penumpang di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis, 9 April 2020. Keputusan tersebut sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan tentang pedoman PSBB yang menyatakan ojek online hanya boleh mengangkut barang, bukan orang. TEMPO/Nurdiansah
Dalam penyusunannya pun, ia berkukuh Kementerian tidak sembrono merumuskan aturan. Kementerian, kata dia, juga telah mempertimbangkan beleid-beleid lain yang terbit sebelum Permenhub Nomor 18 Tahun 2020. Adapun beleid ini disusun dengan melibatkan ahli hukum.
"Ya saya tanya ahli hukum, ahli hukum saya ini sudah paten," ujarnya.
Salah satu poin dalam aturan itu memuat bunyi bahwa sepeda motor dalam hal tertentu dapat mengangkut penumpang asalkan memenuhi protokol kesehatan. Hanya dua hari pasca-diundangkan, beleid ini menuai protes keras dari pelbagai penjuru.
Kritikan itu datang dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, hingga Dewan Perwakilan Rakyat. Musababnya, beleid itu dianggap bertabrakan dengan sejumlah aturan, seperti Pasal 13 ayat 10 huruf a Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa penumpang kendaraan, baik umum maupun pribadi, harus mengatur jarak.
Aturan ini juga dianggap berbenturan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Selanjutnya, beleid itu pun dipandang bertolak belakang dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 yang mengatur ojol hanya diperkenankan membawa barang dan mengantarkan makanan.