TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia Shinta Kamdani memastikan sebagian besar perusahaan sudah berupaya menaati aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan menerapkan kebijakan bekerja dari rumah. Terlebih perusahaan yang melanggar berpotensi mendapat sanksi tegas pencabutan izin usaha.
"Namun, seperti semua kebijakan atau aturan, akan selalu ada pihak yg berupaya untuk 'nego' atau berupaya untuk tidak patuh karena kepentingan atau urgensinya masing-masing," ujar Shinta kepada Tempo, Selasa, 14 April 2020. Ditambah lagi, banyak juga perusahaan yang belum memahami protokol operasi sepanjang PSBB lantaran pelaksanaannya yang mendadak dan belum terlaksana dengan baik.
Untuk itu, Shinta menyebut perlunya penindakan apabila ingin tujuan PSBB itu berjalan secara maksimum. Pasalnya, ia berujar pelaku usaha pun berharap kebijakan pembatasan itu bisa efektif menekan penyebaran wabah, sehingga tidak perlu diperpanjang atau ditingkatkan restriksinya.
"Namun, kami berharap pemerintah juga proporsional dan logis dalam mengenforce karena bagaimana pun juga PSBB bersifat temporer sehingga dampak enforcement seharusnya tidak melebihi periode waktu pelaksanaan PSBB tersebut agar damagenya terhadap kegiatan ekonomi dan lapangan kerja juga tidak bersifat destruktif secara permanen terhadap ekonomi nasional," tuturnya.
Kendati demikian, ia mengatakan masih ramainya pekerja yang keluar rumah dan menggunakan transportasi publik seperti KRL bukan berarti karena pengusaha tidak menaati aturan. Alih-alih, ia menilai itu adalah imbas dari kegagalan pemerintah dalam menghitung dan mengantisipasi masih banyaknya pekerja yang perlu bergerak menggunakan angkutan umum. Pasalnya, saat ini memang ada sektor yang boleh beroperasi normal selama pelaksanaan PSBB.
Pasalnya, apabila ditilik lagi, kata Shinta, perusahaan yang dikecualikan dalam aturan PSBB jumlahnya bisa mencapai lebih dari ribuan. "Bukan satu, dua atau hanya seratus," ujarnya. Sehingga, apabila diasumsikan setiap perusahaan memiliki lima hingga sepuluh orang yang masih perlu ke kantor, maka setidaknya ada 5.000-10.000 pekerja yang bergerak setiap harinya.
Apabila dari jumlah yang diasumsikan itu, sekitar 50 persen pekerja berasal dari daerah satelit jakarta dan perlu menggunakan kendaraan umum, Shinta memperkirakan ada 3.000-5.000 orang yang perlu diangkut setiap hari oleh transportasi umum seperti KRL sepanjang masa PSBB. "Itu berasal dari sektor ekonomi yang diizinkan beroperasi," kata Shinta. "Singkatnya, ini hanya masalah kegagalan pemerintah, dalam hal ini operator, untuk mengantisipasi volume pergerakan orang dari sektor-sektor yang dikecualikan."
Selama masa PSBB, pemerintah menyebut ada delapan sektor usaha yang bisa tetap beroperasi normal. Sektor tersebut antara lain sektor kesehatan, sektor pangan, makanan, dan minuman; sektor energi; sektor komunikasi, jasa, dan media komunikasi; sektor keuangan dan perbankan termasuk pasar modal; sektor Kegiatan logistik dan distribusi barang; sektor keseharian retail; serta sektor industri strategis.
Manager External Relations PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Adli Hakim, sebelumnya menyatakan kepadatan penumpang terjadi di lima stasiun KRL sejak Senin pagi, 13 April. Ia mengatakan masih banyak masyarakat yang beraktivitas di hari keempat penerapan PSBB.
"Di Stasiun Bogor, Cilebut, Bojonggede, Citayam dan Depok contohnya. Pagi ini para pengguna rela antre untuk masuk stasiun," kata Adli dalam keterangan tertulis, Senin, 13 April 2020. Tak hanya terjadi kemarin, kepadatan pengguna penumpang KRL kembali tampak pada Selasa pagi. Seperti digambarkan dalam akun Instagram @jktinfo, kepadatan penumpang terlihat terjadi di Stasiun Manggarai.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY