TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan belum ada satu rumus pun yang dianggap sukses dalam menangani wabah Covid-19. Oleh karena itu, keputusan lockdown atau karantina wilayah dapat menimbulkan kekacauan yang memperburuk penularan.
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin, 6 April 2020, Sri Mulyani menyebutkan pemerintah di bawah komando Presiden Joko Widodo selalu melihat berbagai kondisi di berbagai negara dan situasi kultural masyarakat dalam menentukan langkah-langkah pencegahan penyebaran Covid-19.
Kunci utamanya ialah tidak boleh terjadi kepanikan. Sejumlah negara sudah melakukan berbagai kebijakan dan belum ada satu rumus pasti yang dianggap sukses.
"Bapak Presiden tekankan kita melihat kondisi sosial kultural situasi masyarakat untuk menentukan langkah, kita tidak boleh panik, yang akan meningkatkan risiko kematian. Dan itu terjadi di beberapa negara. Atau salah langkah dalam melakukan lockdown bisa menimbulkan chaos, memperburuk penularan," ujarnya.
Menkeu pun menjelaskan krisis akibat pandemi corona atau COVID-19 tidak bisa dibandingkan dengan krisis tahun 1997-1998 dan 2008 yang pernah dilalui Indonesia.
Sri Mulyani menyebutkan kondisi saat ini jauh lebih kompleks dan dampaknya melebar ke berbagai sektor mulai dari kesehatan hingga mengancam stabilitas sistem keuangan. “COVID-19 ini lebih kompleks dari 2008, karena mengancam kesehatan mengganggu berbagai sektor termasuk sektor keuangan. Pada 2008 dulu jelas karena (menyangkut) sektor keuangan dan korporasi, sekarang ini tidak ada jangkarnya karena tidak ada yang tahu pasti kapan ini terhenti,” katanya.
Sebagai informasi, pada saat krisis pada 2008, Sri Mulyani saat itu berstatus sebagai Menteri Keuangan RI. Namun lagi-lagi dia menyebutkan kompleksitas krisis saat itu jauh berbeda dengan tahun ini.
“Kita tahu pasti penyebabnya dan itu bisa di-contain. Sekarang ini masih susah di-contain. Bahkan di China, di mana kota Wuhan sudah dibuka (setelah di-lockdown) ternyata kini muncul lagi kasus gelombang kedua,” katanya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menuturkan pemerintah akan menggunakan semua line of credit dari lembaga multilateral dan bilateral untuk menopang kebutuhan likuiditas dan pemberian stimulus selama penanganan dampak corona atau COVID-19.
“Biasanya lembaga multilateral dan bilateral punya biaya yang lebih baik karena dia tidak ikut pasar. Selain itu dalam Perpu kita memungkinkan untuk BI membeli SBN di pasar primer, namun kita sangat sadar bahwa ini kita jaga agar kredibilitas makro kita terjaga,” katanya.
Sri Mulyani menekankan mekanisme pembelian surat berharga negara oleh Bank Indonesia akan dijalankan dengan tetap mengikuti rambu-rambu. “Akan tetap dilakukan secara prudent serta sejalan dengan sharing risk yang responsible. Dalam situasi ini tidak ada yang menang dan kalah, fiskal dan moneter dalam perahu yang sama dan ombak kita hadapi bersama.”