TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK bakal memantau ketat anggaran subsidi listrik bagi pelanggan berdaya 450 VA dan 900 VA yang sebesar Rp 7,8 triliun. Subsidi itu bakal digelontorkan sebagai salah satu jaring untuk meredam dampak ekonomi wabah virus Corona terhadap masyarakat.
Sebabnya, anggota BPK Achsanul Qosasi menghitung ada potensi selisih antara dana yang dianggarkan dan kehilangan penerimaan yang mesti dibayarkan kepada PT Perusahaan Listrik Negara alias PLN.
"Khusus subsidi ini, tidak mungkin pemerintah bisa mengambil celah selisih untuk manipulasi anggaran, karena jumlah tersebut baru dibayar setelah diperiksa dan dihitung BPK-RI berdasarkan rumusan subsidi yang telah ditetapkan," tutur dia kepada Tempo, Sabtu, 4 April 2020.
Berdasarkan hitungan Achsanul, PLN bakal kehilangan penerimaan sebesar hampir Rp 3 triliun dari pelanggan listrik berdaya 450 VA yang jumlahnya mencapai 24 juta pengguna. Asumsinya, setiap bulan perusahaan setrum mengantongi rata-rata Rp 960 miliar per bulan.
Adapun dengan adanya diskon 50 persen untuk pelanggan listrik berdaya 900 VA yang berjumlah 7 juta pengguna, PLN diperkirakan kehilangan pendapatan sekitar 2,1 triliun dalam tiga bulan. Asumsinya, penerimaan PLN adalah Rp 200 ribu per pelanggan per bulan, sehingga diskon itu membuat PLN kehilangan Rp 700 miliar per bulan.
Dengan demikian, selama tiga bulan, Achsanul memperkirakan perusahaan setrum negara bakal kehilangan penerimaan sekitar Rp 5,1 triliun. Adapun anggarannya adalah Rp 7,8 triliun. Sehingga, ada potensi selisih dari anggaran tersebut.
Menurut Achsanul selisih dalam anggaran itu ada untuk mengantisipasi adanya potensi penurunan yang diluar kalkulasi, serta penurunan penerimaan perseroan karena pabrik berhenti beroperasi dan lainnya. Sehingga, tutur dia, ada kelonggaran, yang akan tetap dihitung oleh BPK dalam perhitungan subsidi. Ia mengatakan nantinya akan ada kesepakatan antara BPK, PLN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan.
"Jadi subsidi itu dianggarkan, tapi karena ketidakpastian jumlah cukup tinggi, maka tidak apa-apa menganggarkan sebesar itu, toh uangnya belum keluar," kata Achsanul. "Selain itu, hitungan saya diatas itu berdasarkan rata-rata atas subsidi tahun 2018, sebab 2019 masih dihitung. Bisa jadi jumlah pemakainya naik dalam 2 tahun sehingga angka Rp 7,8 triliun itu masih wajar."
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pemerintah akan menggratiskan pembayaran listrik untuk 24 juta pelanggan 450 VA selama tiga bulan. Kebijakan itu merupakan rangkaian stimulus yang disiapkan pemerintah untuk penanganan wabah virus corona. "Yaitu berlaku mulai April hingga Juni 2020," kata Jokowi di Istana Bogor, Selasa, 31 Maret 2020.
Keringanan pembayaran juga berlaku untuk pelanggan listrik 900 VA. Jokowi melanjutkan, untuk pelanggan yang jumlahnya sekitar 7 juta orang ini, pemerintah akan memberikan diskon 50 persen. Bantuan tersebut diberikan untuk periode waktu yang sama, yakni mulai April hingga Juni.
FRANCISCA CHRISTY