TEMPO.CO, Jakarta - Boeing, raksasa produsen pesawat dari Amerika Serikat menawarkan pensiun sukarela kepada seluruh karyawannya sebanyak 161.000 orang. Langkah ini disebutkan karena membengkaknya kerugian perusahaan di tengah wabah virus corona atau Covid-19 yang membuat perjalanan udara dibatalkan.
CEO Boeing, Dave Calhoun menyebutkan sikap ini sebagai bagian dari upayanya untuk transparan kepada seluruh karyawan, dari level yang atas hingga paling bawah. “Setelah pandemi ini berlalu kondisi penjualan, pasar, jenis produk, dan layanan kami kepada pelanggan pasti berbeda. Penting bagi kami untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan,” ujar Calhoun seperti diwartakan Bloomberg, Kamis, 3 April 2020.
Keputusan Boeing menghapus beban tenaga kerja ini, diharapkan dapat menghemat pengeluaran perusahaan dan biaya lain yang mungkin ditimbulkan. Manajemen Boeing berharap perusahaan dapat melewati perlambatan ekonomi akibat wabah corona.
Boeing mengalami tekanan besar dari seluruh penjuru dunia. Wabah corona atau Covid-19 yang telah menginfeksi sebagian besar negara di dunia membuat otoritas setempat memangkas jadwal penerbangan. Menurut perkiraan Cirium, sekitar 44 persen armada pesawat di seluruh dunia saat ini berhenti beroperasi.
Sejumlah pengamat menyebut langkah Boieng ini sangat disayangkan. Di tengah kesulitan akses yang dihadapi oleh pekerja, mereka harus kehilangan pekerjaan. Kendati demikian sejumlah analis memahami alasan di balik langkah Calhoun.
“Betapa menyakitkan, Boeing memang harus mengurangi jumlah pekerja. Jika tidak itu sama saja menghancurkan diri sendiri,” ujar Nick Cunningham, analis untuk Agency Partners.
Nick menyebut penawaran pensiun sukarela lebih baik daripada harus melakukan pemutusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab, menurutnya, PHK bisa jadi berdampak lebih buruk terhadap saham maupun citra Boeing sebagai perusahaan raksasa.
Selain penawaran pensiun bagi karyawan, saat ini Calhoun juga sedang memikirkan berbagai opsi untuk menyelamatkan nasib Boeing.
Salah satu langkah yang masih mungkin terjadi adalah penjualan perusahaan kepada pemerintah. Namun belum bisa dikalkulasi seberapa besar kemungkinan skenario ini bisa terjadi.