TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Hadapi Covid-19 atau perpu corona yang diserahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Ketua DPR Puan Maharani menerima Perpu itu didampingi Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin dan Rachmat Gobel serta Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah. Puan mengatakan DPR akan membahas sesuai mekanisme.
"DPR tentu saja melalui alat kelengkapan dewan akan membahas Perpu 1 Tahun 2020 yang nantinya akan kami lakukan sesuai mekanisme yang ada," kata Puan dalam konferensi pers, Kamis, 2 April 2020.
Puan Maharani pun mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan sistem keuangan dalam penanganan Covid-19 ini.
Ia berpesan agar pemerintah meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan menghadapi dampak wabah terhadap sistem keuangan.
"Dan tetap menjaga dan memperhatikan rambu-rambu yang ada, sehingga nanti ketika kita sudah keluar dari wabah corona ini tidak menimbulkan masalah baru terkait dengan sistem keuangan negara," kata Puan Maharani.
Politikus PDIP ini juga meminta pemerintah tetap memperhatikan beban risiko fiskal dalam menggunakan pelebaran defisit APBN 2020. Puan berpesan agar dana pelebaran desifit itu hanya digunakan dalam situasi mendesak.
"Sehingga tidak menggunakan pelebaran defisit itu untuk waktu-waktu yang tidak dibutuhkan," ujar Puan.
Perpu 1 Tahun 2020 itu memang menuai sorotan lantaran dinilai membuka celah korupsi. Klausul yang disorot di antaranya ihwal kekebalan hukum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan mekanisme pinjaman likuiditas oleh Bank Indonesia.
Ihwal pinjaman likuiditas oleh Bank Indonesia termuat dalam Pasal 16 Perpu tersebut. Bank Indonesia berwenang memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada bank sistemik atau selain bank sistemik.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah sebelumnya juga mengingatkan hal senada. Said juga mewanti-wanti otoritas bank sentral dan OJK harus betul-betul mengantisipasi peluang penyelewengan.
"Kami harapkan jangan sampai ada penumpang gelap, jangan sampai ada kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) jilid II," kata Said kepada Tempo.