TEMPO.CO, JAKARTA - Dalam proyeksi fiskal negara terbaru, pelebaran defisit tersebut bernilai Rp 852 triliun. Hal itu disebabkan adanya penambahan anggaran penanganan khusus corona senilai Rp 255 triliun. Selain itu, karena corona belanja negara reguler juga diproyeksi naik menjadi Rp 2.613,8 triliun dari Rp 2.540,4 triliun.
Defisit melebar karena pendapatan khususnya perpajakan jeblok dari Rp 2.332,2 trilin menjadi Rp 1.760,9 triliun. “Kami kejar defisit 4 persen dengan asumsi belanja optimal, tapi pembiayaan juga tak membengkak,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu 1 April 2020.. Menurutnya, masih banyak ruang yang bisa dijadikan bantalan anggaran untuk menambal kebutuhan pendanaan.
“Ada celah di subsidi BBM, kata kementerian energi konsumsi sudah berkurang signifikan,” kata Sri. Dalam APBN 2020, alokasi subsidi sepanjang tahun ada di kisaran Rp 70 triliun, namun hingga Februari baru terelisasi Rp 7 triliun. Selain itu, ada juga kantong-kantong uang dari berbagai dana abadi seperti bidang pendidikan yang kurang lebih 60 triliun yang bisa digunakan untuk menambal kebutuhan negara.
“Masih ada opsi utang dari surat utang negara, tapi itu harus hati-hati sekali,” kata Sri Mulyani. Corona, ujarnya, membikin situasi pasar sangat tidak tertebak. Salah-salah, nanti pemerintah justru menanggung beban bunga yang besar. Selain itu, opsi jauh, kata SMI, juga bisa didapat dari pinjaman multilateral. “Asian Infrastructure Investment Bank yang biasanya cuma mau biayai proyek, mau kasih pinjaman untuk corona.”
Dalam Perpu Penanggulangan Corona yang baru diterbitkan Selasa malam lalu, pemerintah hanya memberikan relaksasi mitigasi keuangan negara di bidang defisit negara. Sedangkan utang negara masih dipatok 60 persen dari PDB. Adapun realisasi utang negara per Februari 2020 baru mencapai Rp 4.948,18 triliun atau 30,82 persen dari PDB.
Pendiri Insitute for Development of Economic and Finance Didik Rachbini mengatakan opsi menggunakan dana-dana abadi merupakan salah satu solusi tepat menanggulangi situasi kahar seperti ini. Terbitkan obligasi, katanya, sangat berisiko terhadap bunganya. “Ya meminimalisir utang juga bikin suasana tak begitu gaduh,” ujarnya.
Dalam riset terbaru lembaga riset dan rating, Moody's Investors Service, pelonggaran defisit tersebut menandakan adanya sikap realistis negara dalam menanggulangi corona. Wakil Presiden sekaligus Analis Senior Sovereign Risk Group Moody's Investors Service Anushka Shah mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan defisit APBN terhadap GDP juga bisa meningkatkan kepercayaan investor global. “Tergantung implementasinya nanti, tapi kebijakan ini bisa dinilai positif lantaran ditujukan untuk membendung penurunan neraca perusahaan dan mendukung konsumsi swasta,” katanya