TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona, kemarin, 31 Maret 2020. Dalam Pasal 2 Perpu itu, termaktub upaya pemerintah untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah.
Salah satu upaya itu dilakukan dengan menerbitkan surat utang negara atau surat berharga syariah negara dengan tujuan tertentu, dalam rangka menyikapi pandemi corona.
"Menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-l9) untuk dapat dibeli oleh
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), investor korporasi, dan atau investor ritel," tulis pasal itu.
Dalam pasal lainnya, yakni Pasal 16, yang masih berkaitan dengan Pasal 2, Jokowi merestui Bank Indonesia untuk membeli surat utang berjangka panjang di pasar perdana terkait pandemi corona. Khususnya jika pembelian ini dilakukan untuk mengatasi masalah sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan telah menggelontorkan duit hingga Rp 168,2 triliun sepanjang tahun ini untuk membeli surat berharga negara di pasar sekunder. "SBN tersebut adalah yang dilepas asing dan kami beli dalam rangka stabilisasi, jadi selain memasok valuta asing, kami juga membeli SBN di pasar sekunder," ujar Perry, Selasa, 24 Maret 2020.
Perry memastikan cadangan devisa yang dimiliki Bank Indonesia lebih dari cukup untuk melakukan menyetabilkan nilai tukar rupiah. Ke depannya, ia akan berkoordinasi dengan pemeritah untuk memastikan kecukupan pasokan cadangan devisa untuk stabilisasi rupiah.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR