TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Financeatau Indef, Bhima Yudhistira, menilai aturan pelonggaran kredit yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus jelas subtansinya agar tidak membingungkan debitor. "Masalahnya Presiden (Joko Widodo) ngomong A, OJK dalam keterangannya aneh juga," katanya, melalui konferensi video, Sabtu 28 Maret 2020.
Salah satu yang dipersoalkan Bhima adalah aturan OJK yang menyebutkan penangguhan kredit disesuaikan oleh masing-masing bank dan jasa keuangan. Ia juga menilai aturan POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical ini masih kurang detail.
Walhasil, perbankan dan lembaga kredit seperti leasing kewalahan ketika didatangi oleh debitor yang meminta kelonggaran kredit. Pasalnya, lembaga jasa keuangan belum bisa menerapkan arahan dari Presiden Joko Widodo tersebut.
Berbeda dengan saat gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006 lalu, pihak Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan pelonggaran kredit secara detail. Mulai dari pengendalian risiko kredit pada saat bencana, memberikan keringanan cicilan, hingga penurunan bunga kepada debitur tertimpa musibah.
Seharusnya, kata Bhima, saat pandemi virus Corona atau Covid-19 ini, OJK melakukan hal serupa. Sehingga pemberi pinjaman dapat menjelaskan secara gamblang kepada debitor terkait cara-cara mendapatkan restrukturisasi kredit.
"Ketika terjadi musibah atau ketidakmampuan debitor membayar, daripada jadi Non Performing Loan (NPL), lebih baik ada langkah-langkah restrukturisasi kredit agar sama-sama enak," tutur Bhima.
Ia juga menegaskan, restrukturisasi kredit bukan berarti menggugurkan kewajiban debitur untuk menyicil utangnya. Tetapi, ada pelonggaran waktu dalam pelunasan. "Misalkan Presiden Jokowi bilang satu tahun akan ditangguhkan kredit, misalkan 15 tahun diperpanjang 16 tahun," tuturnya.
Juru bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, relaksasi kredit hanya untuk pihak yang usahanya benar-benar terdampak karena virus Corona. Kendati beleid itu sudah dikomunikasikan kepada pelaku industri jasa keuangan seperti perbankan dan lembaga keuangan non-bank lainnya, penerapannya masih memerlukan waktu.
Pasalnya, kata Sekar, pihak perbankan harus menetapkan pedoman internal yang ditentukan oleh masing-masing lembaga. "Seperti contohnya, menganalisa dan menetapkan kriteria debitur mana yang benar-benar terdampak Covid 19 dan mana yang tidak," ucapnya.
Kemudian untuk jasa keuangan lainnya seperti leasing, kata Sekar, pihaknya sedang merampungkan produk hukum lanjutan dan berkoordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), agar berjalan lancar dalam pengaplikasian kebijakan relaksasi kredit itu.
BISNIS