Tempo.Co, Jakarta - Sejak beberapa hari terakhir, para produsen etil alkohol atau etanol berkomunikasi intens dengan Kementerian Perindustrian. Asosiasi melaporkan adanya larangan ekspor etanol oleh Kementerian Perdagangan sampai 30 Juni 2020, di saat belum adanya kejelasan penyerapan di dalam negeri.
“Bagaimana dengan volume ekspor yang dilarang, siapa yang bertanggung jawab terhadap penyerapannya,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Spiritus dan Etanol Indonesia (ASENDO) saat dihubungi Tempo di Jakarta, Jumat, 24 Maret 2020.
Para produsen, kata Hendra, memerlukan kejelasan berapa besar kebutuhan dalam negeri, sehingga larangan ini terbit. Sebab di sisi lain, pintu ekspor masih terbuka lebar untuk bahan baku pembuatan etanol yaitu tetes tebu. Hendra memastikan sampai saat ini, belum ada larangan apapun yang diterbitkan pemerintah untuk bahan baku ini.
Persoalan ini bermula dari penyebaran virus corona atau Covid-19 yang semakin meluas di Indonesia. Di saat yang bersamaan, permintaan masker hingga hand sanitizer, meningkat tajam dan menyebabkan kelangkaan di pasaran. Walhasil, pada 18 Maret 2020, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto resmi melarang ekspor masker hingga hand sanitizer.
Larangan itu dimuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020. Ternyata tak hanya masker, permintaan alkohol pun ikut naik. Seminggu kemudian, Agus pun melarang ekspor sejumlah jenis etanol. Agus menambah satu pasal larangan pada Permendag 23 Tahun 2020 dan menerbitkan aturan baru Permendag 31 Tahun 2020.
Saat ini, kata Hendra, total produksi etanol secara nasional mencapai 180 sampai 185 juta liter per tahun. Lalu, konsumsi nasional sekitar 90 hingga 100 juta liter. Surplus inilah yang kemudian diekspor. “Sebagaimana imbauan Pak Presiden untuk mendorong ekspor produk Indonesia,” kata dia.
Menurut Hendra, para produsen siap sedia untuk memprioritaskan kebutuhan etanol dalam negeri, apalagi dalam situasi wabah virus corona. Namun, mereka mengharapkan kejelasan dari pemerintah, berapa banyak kebutuhan dalam negeri dan berapa banyak produksi etanol yang bisa diserap. Sebaliknya jika produksi tidak dapat terserap oleh dalam negeri, produsen berharap larangan tersebut bisa dibuka kembali, sebelum masa berlakunya.
Selain itu, asosiasi juga berharap pemerintah tidak memberikan kemudahan atau relaksasi impor produk etil alkohol di tengah larangan ekspor ini. “Agar tidak mencederai industri dalam negeri,” ujar Hendra.
Tempo mencoba mengkonfirmasi larangan terbaru ini kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana. Namun, Wisnu belum menyampaikan jawaban.