TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau IMF siap menggelontorkan seluruh kapasitas pinjaman senilai US$ 1 triliun atau sekitar Rp 16.410 triliun (dengan kurs Rp 16.410 per dolar AS) yang dimiliki untuk negara yang membutuhkan dalam melindungi dari wabah virus Corona.
Hal ini disampaikan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva usai konferensi jarak jauh dengan para Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral yang digelar Senin, 23 Maret 2020.
Georgieva menyebutkan, dana pinjaman itu diberikan sebagai bentuk solidaritas kepada seluruh negara yang terimbas wabah Corona belakangan ini. "Dampak kemanusiaan akibat wabah virus Corona tidak bisa dihitung lagi, semua negara butuh bekerja sama untuk melindungi masyarakat dan meminimalisasi dampak ekonomi yang terjadi," ujarnya.
Lebih jauh, Georgieva memperkirakan dampak wabah Corona bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, paling tidak seperti yang terjadi pada krisis 2008. Meski begitu ia berharap tahun depan segera terjadi pemulihan.
Bagaimana dampak Corona terhadap perekonomian global, Georgieva sedikitnya menekankan ada tiga poin penting.
Pertama, prospek pertumbuhan global untuk 2020 diprediksi akan negatif. "Resesi setidaknya sama buruknya dengan krisis keuangan global atau lebih buruk. Tetapi kami mengharapkan pemulihan pada tahun 2021," kata Georgieva.
Oleh karena itu, Georgieva menegaskan sangat penting untuk memprioritaskan ketahanan dan memperkuat sistem kesehatan di tiap negara. "Dampak ekonomi akan parah. Tetapi semakin cepat virus berhenti, semakin cepat dan kuat pemulihannya," ujarnya.
IMF, kata Georgieva, juga sangat mendukung tindakan fiskal luar biasa yang telah dilakukan banyak negara untuk meningkatkan sistem kesehatan dan melindungi pekerja dan perusahaan yang terkena dampak Corona.
Sejumlah langkah bank sentral yang melonggarkan kebijakan moneternya ini dinilai tidak hanya untuk kepentingan masing-masing negara, tetapi juga untuk ekonomi global secara keseluruhan. "Bahkan lebih banyak akan dibutuhkan, terutama di bidang fiskal," kata Georgieva.
Kedua, negara dengan ekonomi maju umumnya berada dalam posisi yang lebih baik untuk merespons krisis. Namun bersamaan dengan itu, kata Georgieva, banyak negara emerging market dan negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan yang signifikan. "Mereka sangat terpengaruh oleh aliran modal keluar, dan aktivitas domestik akan sangat terpengaruh ketika negara-negara menanggapi epidemi."
Sebagai contoh, Georgieva menyebutkan para investor telah menarik dana investasi mereka hingga US$ 83 miliar dari pasar negara berkembang sejak awal krisis. Itu merupakan aliran modal keluar terbesar yang pernah tercatat.
"Kami khususnya prihatin dengan negara-negara berpenghasilan rendah yang berada dalam kesulitan utang — suatu masalah yang menjadi poin kerja sama erat dengan Bank Dunia," ujar Goergieva seperti dikutip dari keterangan resmi IMF, Rabu, 25 Maret 2020.
Ketiga, IMF akan memusatkan pengawasan bilateral dan multilateral untuk mendukung anggota agar bertahan dari ancaman krisis. "Kami akan secara besar-besaran meningkatkan keuangan darurat — hampir 80 negara meminta bantuan kami — dan kami bekerja sama dengan lembaga keuangan internasional lainnya untuk memberikan tanggapan terkoordinasi yang kuat," ujarnya.
IMF, ujar Georgieva, sedang mengisi kembali Dana Ketahanan dan Pemulihan Bencana untuk membantu negara-negara termiskin. "Kami menyambut janji yang sudah dibuat dan meminta pihak lain untuk bergabung. Kami siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman US$ 1 triliun kami dan kami sedang mencari opsi lain yang tersedia."
Georgieva memaparkan bahwa beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meminta IMF untuk membuat alokasi SDR. Alokasi anggaran itu seperti yang IMF siapkan selama Krisis Keuangan Global dan opsi ini sedang dijajaki.
SDR atau Special Drawing Right adalah aset cadangan internasional yang digagas IMF pada 1969 yang ditargetkan sebagai suplemen bagi cadangan resmi negara-negara anggota IMF. Selain itu, sudah ada sejumlah bank sentral-bank sentral utama yang memulai jalur pertukaran bilateral dengan negara-negara pasar berkembang.
Ketika krisis likuiditas global berlangsung, kata Georgieva, IMF membutuhkan anggota untuk menyediakan jalur swap tambahan. "Sekali lagi, kami akan menjajaki dengan Dewan Eksekutif dan keanggotaan, proposal yang mungkin yang akan membantu memfasilitasi jaringan swap yang lebih luas, termasuk melalui fasilitas tipe swap - IMF," ujarnya.
BISNIS