TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah di bursa berjangka New York naik pada akhir perdagangan Senin, 23 Maret 2020. Kenaikan harga emas hitam ini terjadi setelah Amerika Serikat mengisyaratkan kemungkinan adanya aliansi bersama AS-Arab Saudi untuk menstabilkan harga.
Data Bloomberg menunjukkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 menanjak 73 sen dan berakhir di level US$ 23,36 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara harga minyak Brent kontrak Mei ditutup turun hanya 5 sen ke level US$ 27,03 per barel di ICE Futures Europe Exchange London. Sebelumnya harga minyak mentah jenis itu sempat anjlok hingga menyentuh level US$ 24,68 per barel.
Harga minyak awalnya melambung setelah bank sentral Amerika Serikat atau The Fed mengumumkan gelombang inisiatif kedua untuk mendukung perekonomian Amerika menyikapi masifnya penyebaran virus Corona.
Insentif itu berupa pembelian obligasi dalam jumlah tak terbatas guna menjaga biaya pinjaman tetap rendah serta menyiapkan program-program guna memastikan aliran kredit ke perusahaan-perusahaan juga pemerintah negara bagian dan lokal.
Namun begitu, penguatan dalam aset-aset berisiko lain seperti saham kemudian memburuk karena Kongres AS kembali tak mencapai kesepakatan mengenai rancangan undang-undang (RUU) stimulus yang bertujuan mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi virus Corona atau Covid-19.
Ryan Mckay, ahli strategi komoditas di TD Securities, menilai secara umum stimulus itu membantu sentimen tapi tidak membantu meningkatkan permintaan akan minyak. "Investor mungkin bergantung pada sepotong harapan bahwa hubungan OPEC-Texas dapat terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Energi AS Dan Brouillette mengatakan kemungkinan aliansi minyak bersama AS-Saudi adalah satu gagasan yang dipertimbangkan untuk menstabilkan harga setelah kejatuhan harga minyak. “Pada titik tertentu kita akan melakukan upaya diplomatik di ujung jalan. Tapi tidak ada keputusan yang dibuat atas hal semacam itu,” papar Brouillette, seperti dilansir Bloomberg.
Tercatat selama bulan Maret ini, harga minyak telah merosot sekitar 48 persen karena wabah virus corona menggoyang perekonomian negara-negara di seluruh dunia. Salah satunya karena jebloknya permintaan akan komoditas ini yang parah telah meredupkan prospek para pedagang perihal konsumsi komoditas ini. Sebagian dari mereka memperkirakan ambrolnya permintaan sebanyak 20 juta barel per hari tahun ini.
Pada saat yang sama, perang harga antara Arab Saudi dan Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Harapan untuk kesepakatan produksi antara OPEC dan Texas juga memudar di tengah meningkatnya kritik oleh para regulator dan pengebor di negara bagian minyak terbesar AS tersebut.
BISNIS