TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berencana meminta penjadwalan ulang atau reschedule pembayaran utang kepada lessor atau perusahaan pemberi sewa barang modal. Permintaan ini menyusul adanya perpanjangan masa tanggap darurat pandemi corona yang sangat memukul industri penerbangan.
"Iya, akan kami ajukan reschedule," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra saat dihubungi pada Jumat, 20 Maret 2020.
Namun, Irfan belum ingin mendetailkan permintaan keringanan tenggat waktu pembayaran tanggungan yang ia maksud itu seperti apa. Rencana itu sendiri baru akan disampaikan ke lessor setelah matang dirembuk oleh dewan direksi. "Nanti kalau sudah conclude kami sampaikan," ujar Irfan.
Dalam laporan keuangan yang dirilis maskapai per September 2019, total utang emiten berkode GIAA tersebut mencapai US$ 1,6 miliar. Utang itu termasuk untuk pembayaran leasing pesawat. Dari keseluruhan liabilitas, total utang jangka pendek Garuda adalah senilai US$ 1,43 miliar atau sebesar 89,5 persen.
Sebelum isu virus corona mencuat, Garuda sebenarnya sudah memikirkan sejumlah opsi untuk merampingkan utang-utang perseroan yang hampir jatuh tempo. Salah satunya dengan mencari pinjaman lain guna menutupi tanggungan-tanggungan sebelumnya. Untuk memperoleh duit pinjaman, manajemen membuka opsi untuk menyewa negosiator yang akan bertugas mencari kreditur.
Negosiator inilah yang akan menjalin komunikasi dengan calon kreditur dan melakukan tawar-menawar agar perseroan memperoleh nilai terbaik dalam pinjaman. Negosiator juga akan mencari perusahaan leasing yang mampu memberikan harga sewa pesawat dengan nilai terbaik agar perseroan dapat menghemat ongkos produksi.
Namun, dengan adanya pandemi corona, Garuda berencana mengatur ulang skenario perusahaan. Sementara itu, untuk tetap bertahan dalam kondisi saat ini, perseroan berencana melakukan pengurangan frekuensi peenerbangan. "Pengurangan frekuensi dilakukan karena turunnya jumlah penumpang. Tapi kami akan monitor terus," ucap Irfan.