"Harga BBM turun? Wah itu masih jauh, kita masih pelajari, tapi yang pasti tidak semudah itu perlu koordinasi dengan pemangku kepentingan, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan ,dan pihak lain yang terdampak, ada formulanya itu," katanya seperti dilansir Antara, Rabu, 11 Maret 2020.
Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menyarankan Pertamina segera menurunkan harga BBM karena harga minyak dunia turun drastis sampai di bawah US$ 50 per barel. Hal ini terjadi setelah OPEC berupaya menurunkan produksi hingga 1,5 juta barel, tetapi Rusia yang non OPEC menolaknya.
Di sisi lain, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Indonesia akan ikut menikmati penurunan harga minyak dengan subsidi BBM yang langsung hilang. Pertamina akan memiliki kesempatan kembali meraih laba jumbo apabila harga BBM telat diturunkan pemerintah.
Di sisi lain, Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan dari bagi hasil di sektor migas. Termasuk dari pajak-pajak di sektor tersebut. Dahlan berpendapat, penurunan pendapatan pemerintah tersebut ditaksir mencapai Rp 115,1 triliun. Nilai tersebut merujuk realisasi PNBP sector migas pada tahun lalu.
“Di Indonesia, biaya produksi minyak mentah itu di sekitar (asumsi) US$ 40 per barel, kalau harga jualnya US$ 30 per barel. Anda pun bisa membuat corporate decision: tutup saja,” kata Dahlan.
Sementara itu Goldman Sachs Group Inc. memperingatkan harga minyak bisa turun ke level US$ 20 per barel seiring dengan perang harga yang terjadi antara Arab Saudi dan Rusia. Harga tersebut merupakan posisi ongkos produksi untuk beberapa negara produsen minyak.
BISNIS | EKO WAHYUDI