TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan jebloknya harga minyak mentah belakangan ini bakal berdampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pasalnya, penurunan harga emas hitam itu biasanya diikuti oleh pelemahan harga komoditas.
Pernyataan Piter menanggapi keputusan Arab Saudi meningkatkan produksi dan mendiskon harga jual membuat harga minyak mentah sehingga jatuh di bawah US$ 30 per barel. Kondisi ini dinilai akan mengancam bisnis perbankan dan mendorong meningkatnya kredit macet atau non performing loan (NPL).
Piter menjelaskan, penurunan harga komoditas dan melambatnya perekonomian secara keseluruhan bakal mendorong kenaikan NPL sekaligus akan mengurangi permintaan kredit. "Sementara di sisi lain bank juga akan menjadi Lebih berhati-hati menyalurkan kredit. Demand dan supply kredit keduanya menurun, dapat dipastikan pertumbuhan kredit akan terkoreksi negatif," katanya, Rabu, 11 Maret 2020.
Oleh karena itu, Piter menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penjaga stabilitas perbankan harus mengambil langkah lanjutan. Kebijakan regulator memberi kemudahan bagi bank untuk melakukan restrukturisasi kredit perlu ditambah. "Saya kira OJK sudah melihat potensi meningkatnya NPL, untuk menjaga pertumbuhan kredit bank diberi kemudahan untuk melakukan restrukturisasi kredit," katanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana sebelumnya menyatakan pihaknya telah menyiapkan stimulus baru jika dampak virus Corona terus berlanjut. "Kalau akan panjang dampak Corona ini, kami sudah pikirkan ada beberapa hal yang akan dilakukan, tetapi nanti. Tidak disebutkan sekarang. Sabar dulu," kata Heru, Kamis, 5 Maret 2020.
OJK saat ini baru mengumumkan dua stimulus untuk industri perbankan. Pertama, relaksasi pengaturan mengenai penilaian kualitas aset kredit untuk debitor terdampak penyebaran virus Corona dengan pinjaman plafon sampai dengan Rp 10 miliar yang hanya didasarkan pada satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.
Kedua, yakni relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitor di sektor yang terdampak penyebaran virus Corona dengan pinjaman di atas Rp 10 miliar. Setelah restrukturisasi dilakukan, pinjaman dapat terhitung lancar tanpa harus menjadi kurang lancar dahulu.
Relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Relaksasi pun dapat diperpanjang bila diperlukan. Kedua relaksasi tersebut sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh Pemerintah.
Heru menyebutkan industri perbankan di Indonesia merespons positif upaya stimulus yang dikeluarkan OJK, kebijakan Bank Indonesia, maupun pemerintah. Kedua pengaturan tersebut akan dilakukan evaluasi setiap enam bulan untuk mengamati kinerja industri perbankan.
Apabila, kondisi justru memburuk, jangka waktu stimulus berpotensi dapat diperpanjang. Selain itu, OJK masih memiliki opsi stimulus lain yang akan dikeluarkan apabila dampak virus Corona berkepanjangan.
BISNIS