TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memperkirakan prospek industri pembiayaan atau multifinance tahun ini bakal melambat. Salah satunya karena dipicu penurunan bisnis di lini utama yakni otomotif.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menjelaskan sektor otomotif yang turun dalam beberapa tahun ini berimbas cukup besar ke industri pembiayaan. "Untuk tahun ini juga perkiraannya enggak akan naik, disusul alat berat dan konstruksi yang kondisinya sama, maksimal itu flat (datar)," katanya, Rabu, 11 Maret 2020.
Selain kinerja otomotif, alat berat dan konstruksi, penghambat ketiga pada kinerja industri multifinance yakni dampak dari eksternal berupa wabah virus
corona. Saat ini penyaluran pembiayaan masih didominasi ke sektor konsumtif mencapai 72 persen, lalu sisanya di sektor produktif.
Untuk pembiayaan konsumtif, menurut Bambang, faktor pelemahan lainnya yaitu keputusan Mahkamah Konstitusi tentang fidusia. "Saat ini, industri terus mengantisipasi masalah-masalah tersebut, serta memperbaiki kinerjanya, termasuk profiling penerima pembiayaan, sehingga angka NPF tahunan terus membaik," ujarnya.
Bambang menyebutkan sekitar 30-35 multifinance saat ini sedang kekurangan modal karena tak memenuhi ketentuan batas modal minimal Rp 100 miliar. Pemilik perusahaan leasing itu tidak semuanya berhasil meraih investor baru dan tak bisa menambah modal. Dampaknya, pemilik memutuskan mengakhiri bisnis leasing yang mereka miliki.
"Tahun lalu ada dua perusahaan pembiayaan yang mengembalikan izin karena tidak mampu memenuhi ekuitas minimal 100 miliar, tahun ini kemungkinan akan ada yang masalahnya sama karena antara 30-35 perusahaan saat ini masih struggling [berjuang]," ujar Bambang.
OJK mencatat nilai pembiayaan yang disalurkan tahun lalu mencapai Rp 452 triliun. Kontribusi pembiayaan paling besar adalah dari sisi konsumtif yang sebesar Rp 317 triliun, lalu pembiayaan produktif, multiguna, dan
investasi mencapai Rp 124 triliun.
BISNIS