TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus mengawasi dampak wabah COVID-19 terhadap kinerja industri pembiayaan di Tanah Air. "Kami sedang mengamati dan memonitor dampaknya ke sektor produktif yang dibiayai," kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B Bambang W Budiawan saat jumpa pers di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020.
Sejauh pengamatan OJK, yang paling terkena dampak wabah virus Corona ini adalah sektor produktif. "Kalau perbankan itu mostly kreditnya produktif, kalau perusahaan pembiayaan mostly consumer financing," Bambang menambahkan.
Menurut dia, komposisi pembiayaan terhadap sektor produktif di industri pembiayaan saat ini hanya 28-30 persen, sedangkan sisanya 70-72 persen merupakan pembiayaan ke sektor konsumtif.
Seiring merebaknya kasus COVID-19, OJK terus melakukan pemantauan atas dampak COVID-19 pada pertumbuhan piutang pembiayaan pada triwulan pertama.
Apabila dampak ini berkelanjutan, lanjutnya, tentu saja hal tersebut dapat menyebabkan adanya koreksi pertumbuhan piutang pembiayaan khususnya di bidang pariwisata.
Dampak COVID-19 dinilai sangat bergantung pada seberapa cepat dan luas penyebaran virus corona serta seberapa cepat penanganannya oleh petugas kesehatan di lapangan. "Dengan melihat aksi konkret pemerintah dalam menyiapkan dan melaksanakan protokol penanganan virus corona, kami optimis pembiayaan pariwisata masih ada potensi tumbuh terutama untuk destinasi wisata yang masih banyak dikunjungi wisatawan lokal," ujar Bambang.
OJK menyebutkan pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan kepada debitur sebagian besar untuk kendaraan bermotor untuk kegiatan produktif maupun konsumtif, termasuk alat berat, mesin-mesin produksi dan barang produktif maupun konsumtif lainnya.
Perekonomian Indonesia saat ini dinilai masih cukup stabil selama 2015 sampai 2019 dengan tingkat pertumbuhan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) sebesar 5 persen. Sektor pariwisata berkontribusi 4,8 persen dari total GDP nasional dengan CAGR 9 persen, yang didukung dari ketersediaan transportasi ke destinasi pariwisata, peningkatan turis asing, peningkatan investasi pada 10 destinasi wisata prioritas yang telah ditetapkan pemerintah.
Pembatasan jalur transportasi dan akses pariwisata dengan China oleh beberapa negara yang terkena dampak COVID-19, akan menekan sektor pariwisata karena adanya travel warning dan penurunan minat para pelaku wisata.
"Hal tersebut akan cukup berdampak pada debitur di sektor pariwisata yang memiliki usaha menyediakan moda transportasi dengan sumber pendanaan dari perusahaan pembiayaan," kata Bambang.
Namun, porsi pembiayaan untuk kendaraan yang mendukung kegiatan pariwisata tidak terlalu signifikan dari total portofolio industri pembiayaan. Baki debet (outstanding) piutang pembiayaan pariwisata untuk Januari 2020 adalah sebesar Rp12,1 triliun atau menurun sebesar 0,77 persen dari piutang pembiayaan pariwisata Desember 2019 sebesar Rp12,2 triliun.
Selanjutnya, penyaluran piutang pembiayaan pariwisata pada Januari 2020 adalah sebesar Rp668,86 miliar atau lebih rendah dibandingkan posisi Januari 2019 sebesar Rp767,65 miliar.
Berdasarkan hasil pengawasan OJK, penurunan piutang pembiayaan pariwisata banyak terjadi di daerah pariwisata seperti Bali, Batam, Manado dan Yogyakarta.
"Selain potensi dampak terhadap penurunan penyaluran, perlambatan ekonomi akibat virus corona juga berpotensi meningkatkan rasio NPF atau non performing finance di industri pembiayaan," ujar Bambang.
ANTARA