TEMPO.CO, New York - Bursa Amerika Serikat (AS) anjlok lebih dari 5 persen terimbas sentimen penurunan harga minyak mentah dan wabah virus corona yang juga belum mereda. Otoritas juga sempat menghentikan perdagangan selama 15 menit.
Dilansir dari Bloomberg, Indeks S&P 500 (SPX) yang sempat melemah 7 persen atau 208,16 poin ke level 2.764,21 pada pukul 09.34 waktu New York, AS atau 20.34 WIB membuat Wall Street melakukan penghentian perdagangan sementara. Penghentian perdagangan selama 15 menit itu dilakukan untuk mencegah kepanikan pasar lebih besar seperti pada krisis 2008 lalu.
Penghentian dagang baru akan kembali dilakukan bila pelemahan indeks mencapai kontraksi 13 persen. Hingga pukul 21.35 WIB, indeks S&P 500 terpantau melemah 5,15 persen atau 153,12 poin ke level 2.797,91.
Sementara itu indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan Nasdaq Composite Index (CCMP) juga terkoreksi masing-masing 5,48 persen dan 5,3 persen. DJIA terpantau bertengger di level 24.447,17 sedangkan CCMP berada di level 8.120,72.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS (U.S Treasury) tenor 10 tahun merosot hingga di bawah 0,5 persen dan obligasi AS dengan tenor 30 tahun turun pada level 0,9 persen. Ini merupakan kali pertama dalam sejarah imbal hasil seluruh obligasi AS berada di bawah 1 persen.
Anjloknya nilai saham disebabkan oleh kegagalan negara negara anggota OPEC+ untuk menekan produksi minyak dunia. Hal ini mengakibatkan terjadinya perang harga antara Arab Saudi dan Rusia.
Data Bloomberg menunjukkan pada pukul 21.35 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2020 anjlok 17,03 persen atau 7,03 poin menjadi US$343,25 per barel. Adapun, harga minyak Brent kontrak Mei 2020 merosot tajam 18,6 persen menuju US$36,85 per barel.
Jika harga minyak terus jeblok, kondisi politik dan anggaran seluruh negara di dunia bakal terpengaruh. Kondisi utang akan memburuk dan menekan bank sentral.
Terlebih pasar modal dan aset safe haven tidak menunjukkan reaksi berarti terkait sentimen Pemerintah AS yang akan merancang kebijakan untuk meredam dampak virus corona terhadap perekonomian, seperti perluasan sementara kebijakan izin sakit dibayar dan insentif untuk membantu perusahaan yang terdampak wabah virus ini.
“Kondisinya memang cukup kritis sekarang, terasa seperti krisis pada 2007 – 2008 lalu di mana setiap minggu batas bawah penurunan selalu ditembus,” ujar Equity Derivatives Strategist di RBC Capital Markets Amy Wu Silverman dikutip dari Bloomberg.
BISNIS