TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minyak dan harganya di tingkat dunia, pada tahun ini berada di bawah asumsi APBN 2020. Perang harga minyak antara dua produsen besar dunia, Arab Saudi dan Rusia menjadi salah satu penyebab.
"Kami akan lihat dampaknya ke APBN," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin, 9 Maret 2020.
Perkiraan ini muncul karena perang harga antara kedua negara telah menyebabkan harga minyak mentah dunia turun. Dalam APBN 2020, pemerintah memproyeksikan harga minyak di angka US$ 63 per barel.
Baca Juga:
Tapi kini, harga minyak tersungkur lebih dari 25 persen pada sesi perdagangan Asia, Senin pagi ini. Berdasarkan data pada pukul 10.06 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2020 anjlok 26,5 persen atau 10,94 poin menjadi US$30,34 per barel. Sepanjang tahun berjalan, harga meluncur 50,31 persen.
Adapun, harga minyak Brent kontrak Mei 2020 merosot tajam 25,47 persen menuju US$33,74 per barel. Harga anjlok 48,88 persen sepanjang 2020.
Sebelumnya pada akhir pekan lalu, harga WTI sudah turun 10,07 persen atau US$4,62 menjadi US$41,28 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 terkoreksi 9,44 persen atau US$4,72 ke level US$45,27 per barel.
Merosotnya harga minyak dipicu tidak tercapainya kesepakatan pemangkasan produksi antara OPEC dan Rusia di tengah lemahnya permintaan akibat virus corona. Tapi di sisi lain, Arab Saudi dan Rusia justru ingin memacu tingkat produksi minyak.
Namun, kata Sri Mulyani, langkah yang diambil oleh Arab Saudi juga sangat mengagetkan. "Saudi melangkah jauh lebih bold, dengan berikan diskon harga minyak lebih dalam, makanya jadi perang harga," kata dia.
Di satu sisi, Indonesia memang akan mendulang hal positif dengan turunnya harga minyak mentah karena merupakan salah satu negara importir minyak. Tapi di sisi lain, Indonesia masih merupakan eksportir minyak sehingga tetap akan menekan penerimaan minyak.
Selain itu, Sri Mulyani menyebut perang harga minyak ini juga akan menimbulkan ketidakpastian lebih besar di pasar uang dan pasar modal. "Sehingga dampak psikologis ini juga akan mempengaruhi efek positif tersebut," ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO